Kamis, 11 Desember 2014

20 CANDI PENINGGALAN BUDHA



CANDI BOROBUDUR



Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra

Ciri-Ciri nya :
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.



CANDI MENDUT





Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.

Ciri-Ciri nya :

Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.
Candi Mendut adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur.




CANDI NGAWEN



Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.

Ciri-Ciri nya :

Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran


CANDI LUMBUNG




Candi Lumbung adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan kumpulan dari satu candi utama (bertema bangunan candi Buddha)
Ciri-cirinya :

Dikelilingi oleh 16 buah candi kecil yang keadaannya masih relatif cukup bagus.

CANDI BANYUNIBO



Candi Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.

Ciri-cirinya:
Keadaan dari candi ini terlihat masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara dan bentuk relief lainnya yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai bagian ruangan tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an, dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.



KOMPLEKS PERCANDIAN BATUJAYA



Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.

Cirri-cirinya:
Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.
Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.


Candi Muara Takus




Candi Muara Takus adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Riau, Indonesia. Kompleks candi ini tepatnya terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan.

Ciri-cirinya:
Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter diluar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.


CANDI SUMBERAWAN



Candi Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Kecamatan Singosari, Malang. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Candi ini Merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Candi Sumberawan terletak di desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, +/- 6 Km, di sebelah Barat Laut Candi Singosari, candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran P. 6,25m L. 6,25m T. 5,23m dibangun pada ketinggian 650 mDPL, di kaki bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.

Cirri-cirinya:
Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.




CANDI BRAHU



Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha, didirikan abad 15 Masehi. Pendapat lain, candi ini berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan. Menurut buku Bagus Arwana, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu. Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9 September 939,

Cirri-cirinya:
Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.


CANDI SEWU




Candi Sewu adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks candi Prambanan (hanya beberapa ratus meter dari candi utama Roro Jonggrang). Candi Sewu (seribu) ini diperkirakan dibangun pada saat kerajaan Mataram Kuno oleh raja Rakai Panangkaran (746 – 784). Candi Sewu merupakan komplek candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur, sementara candi Roro Jonggrang merupakan candi bercorak Hindu.
Menurut legenda rakyat setempat, seluruh candi ini berjumlah 999 dan dibuat oleh seorang tokoh sakti bernama, Bandung Bondowoso hanya dalam waktu satu malam saja, sebagai prasyarat untuk bisa memperistri dewi Roro Jonggrang. Namun keinginannya itu gagal karena pada saat fajar menyingsing, jumlahnya masih kurang satu.



CANDI BAHAL



Candi Bahal, Biaro Bahal, atau Candi Portibi adalah kompleks candi Buddha aliran Vajrayana yang terletak di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Portibi, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yaitu sekitar 3 jam perjalanan dari Padangsidempuan atau berjarak sekitar 400 km dari Kota Medan. Candi ini terbuat dari bahan bata merah dan diduga berasal dari sekitar abad ke-11 dan dikaitkan dengan Kerajaan Pannai, salah satu pelabuhan di pesisir Selat Malaka yang ditaklukan dan menjadi bagian dari mandala Sriwijaya.[1]
Candi ini diberi nama berdasarkan nama desa tempat bangunan ini berdiri. Selain itu nama Portibi dalam bahasa Batak berarti 'dunia' atau 'bumi' istilah serapan yang berasal dari bahasa sansekerta: Pertiwi (dewi Bumi).
Arsitektur bangunan candi ini hampir serupa dengan Candi Jabung yang ada Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.


CANDI BANYUNIBO


Candi Banyunibo (yang berarti air jatuh-menetes dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari Kota Yogyakarta ke arah Kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.
Bangunan candi ini bernama Candi Banyunibo yang berada tidak jauh dari kompleks Ratu Boko, Candi Barong dan Candi Ijo. Bahkan di sekitar candi ini pun banyak dijumpai situs candi yang berserakan di beberapa dusun sekitarnya.
Candi ini diketemukan dalam keadaan runtuh dan kemudian mulai digali dan diteliti pada tahun 1940-an. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno.

Deskripsi

Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha. Arti nama candi ini yaitu Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) walaupun di candi ini tidak ada tetesan air ataupun sumber air di sekitar candi. Candi Banyunibo termasuk bangunan suci Buddha yang cukup kaya akan hiasan (ornament). Hampir pada setiap bagian candi diisi oleh bermacam-macam hiasan dan relief, meskipun bagian yang satu dengan yang lain sering ditemukan motif hiasan yang sama.
Hiasan pada kaki candi. Dinding kaki candi Banyunibo masing-masing sisi dibagi menjadi beberapa bidang. Bidang tersebut kemudian diisi dengan pahatan berupa hiasan tumbuh-tumbuhan yang keluar dari pot bunga. Candi utama menghadap ke barat dan terletak di antara ladang tebu dan persawahan.
Dari puing-puing di sekitar, diperkirakan ada 6 buah candi perwara (candi pendamping) berbentuk stupa di sekeliling candi utama di sebelah selatan dan timur. Candi utama menghadap ke barat dan terletak di antara ladang tebu dan persawahan. Sayangnya candi perwara ini tidak terbuat dari batu andesit melainkan batu putih yang mudah sekali aus. Di sebelah utara candi, terdapat tembok batu sepanjang 65 m membujur dari barat ke timur. Reruntuhan candi perwara berupa stupa diperkirakan berdiameter sekitar 5 m

CANDI PAWON


Letak Candi Pawon ini berada di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur, tepat berjarak 1750 meter dari Candi Borobudur ke arah timur dan 1150 m dari Candi Mendut ke arah barat.

Sejarah dan pemugaran

Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya. Ahli epigrafi J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal dari bahasa Jawa awu yang berarti 'abu', mendapat awalan pa- dan akhiran -an yang menunjukkan suatu tempat. Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti 'dapur', akan tetapi de Casparis mengartikannya sebagai 'perabuan' atau tempat abu. Penduduk setempat juga menyebutkan Candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari kata bahasa Sanskerta vajra =yang berarti 'halilintar' dan anala yang berarti 'api'. Candi Pawon dipugar tahun 1903.

Arca dan arsitektur

Di dalam bilik candi ini sudah tidak ditemukan lagi arca sehingga sulit untuk mengidentifikasikannya lebih jauh. Suatu hal yang menarik dari Candi Pawon ini adalah ragam hiasnya. Dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (kalpataru) yang diapit pundi-pundi dan kinara-kinari (mahluk setengah manusia setengah burung/berkepala manusia berbadan burung).


CANDI NGAWEN

Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Sailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Menurut Soekmono keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah bangunan suci yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M, yaitu Venuvana (Sanskerta: 'Hutan Bambu').
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.


CANDI PLAOSAN


Salah satu candi Budha kembar utama Plaosan Lor, di Kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah dari dinasti Sailendra abad ke-9 zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Candi Plaosan adalah sebutan untuk kompleks percandian yang terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Candi ini terletak kira-kira satu kilometer ke arah timur-laut dari Candi Sewu atau Candi Prambanan. Adanya kemuncak stupa, arca Buddha, serta candi-candi perwara (pendamping/kecil) yang berbentuk stupa menandakan bahwa candi-candi tersebut adalah candi Buddha. Kompleks ini dibangun pada abad ke-9 oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan pada zaman Kerajaan Medang, atau juga dikenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno.
Kompleks Candi Plaosan terdiri atas Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul.
Kompleks Candi Plaosan Lor yang berada di sebelah timur-laut dari candi Prambanan
Kompleks Candi Plaosan Lor memiliki dua candi utama. Candi yang terletak di sebelah kiri (di sebelah utara) dinamakan Candi Induk Utara dengan relief yang menggambarkan tokoh-tokoh wanita, dan candi yang terletak di sebelah kanan (selatan) dinamakan Candi Induk Selatan dengan relief menggambarkan tokoh-tokoh laki-laki. Di bagian utara kompleks terdapat masih selasar terbuka dengan beberapa arca buddhis. Kedua candi induk ini dikelilingi oleh 116 stupa perwara serta 50 buah candi perwara, juga parit buatan.
Pada masing-masing candi induk terdapat 6 patung/arca Dhyani Boddhisatwa. Walaupun candi ini adalah candi Buddha, tetapi gaya arsitekturnya merupakan perpaduan antara agama Buddha dan Hindu.
Candi Induk Selatan Plaosan Lor dipugar pada tahun 1962 oleh Dinas Purbakala. Sementara itu, Candi Induk Selatan dipugar pada tahun 1990-an oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.


CANDI SARI



Candi Sari adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Sambi Sari, Candi Kalasan dan Candi Prambanan, yaitu di bagian sebelah timur laut dari kota Yogyakarta, dan tidak begitu jauh dari Bandara Adisucipto. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-8 dan ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno dengan bentuk yang sangat indah. Pada bagian atas candi ini terdapat 9 buah stupa seperti yang nampak pada stupa di Candi Borobudur, dan tersusun dalam 3 deretan sejajar.
Bentuk bangunan candi serta ukiran relief yang ada pada dinding candi sangat mirip dengan relief di Candi Plaosan. Beberapa ruangan bertingkat dua berada persis di bawah masing-masing stupa, dan diperkirakan dipakai untuk tempat meditasi bagi para pendeta Buddha (bhiksu) pada zaman dahulunya. Candi Sari pada masa lampau merupakan suatu Vihara Buddha, dan dipakai sebagai tempat belajar dan berguru bagi para bhiksu.
 

CANDI SUMBERAWAN




Candi Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran panjang 6,25 m, lebar 6,25 m, dan tinggi 5,23 m, dibangun pada ketinggian 650 m di atas permukaan laut, di kaki bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.
Candi Sumberawan pertama kali ditemukan pada tahun 1904. Pada tahun 1935 diadakan kunjungan oleh peneliti dari Dinas Purbakala. Pada zaman Hindia Belanda pada tahun 1937 diadakan pemugaran pada bagian kaki candi, sedangkan sisanya direkonstruksi secara darurat. Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur. Batur candi berdenah bujur sangkar, tidak memiliki tangga naik dan polos tidak berelief. Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang. Karena ada beberapa kesulitan dalam perencanaan kembali bagian teratas dari tubuh candi, maka terpaksa bagian tersebut tidak dipasang kembali. Diduga dulu pada puncaknya tidak dipasang atau dihias dengan payung atau chattra, karena sisa-sisanya tidak ditemukan sama sekali. Candi Sumberawan tidak memiliki tangga naik ruangan di dalamnya yang biasanya digunakan untuk menyimpan benda suci. Jadi, hanya bentuk luarnya saja yang berupa stupa, tetapi fungsinya tidak seperti lazimnya stupa yang sesungguhnya. Diperkirakan candi ini dahulu memang didirikannya untuk pemujaan.



KOMPLEKS CANDI MUARO JAMBI


Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.24wmf3/skins/common/images/magnify-clip.png
Situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Indonesia, tepatnya di tepi Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi. Koordinat Selatan 01* 28'32" Timur 103* 40'04". Candi tersebut diperkirakakn berasal dari abad ke-11 M. Candi Muaro Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling terawat di pulau Sumatera. Dan sejak tahun 2009 Kompleks Candi Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia.
Kompleks percandian Muaro Jambi pertama kali dilaporkan pada tahun 1824 oleh seorang letnan Inggris bernama S.C. Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer. Baru tahun 1975, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran yang serius yang dipimpin R. Soekmono. Berdasarkan aksara Jawa Kuno[rujukan?] pada beberapa lempeng yang ditemukan, pakar epigrafi Boechari menyimpulkan peninggalan itu berkisar dari abad ke-9-12 Masehi. Di situs ini baru sembilan bangunan yang telah dipugar,[1] dan kesemuanya adalah bercorak Buddhisme. Kesembilan candi tersebut adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.
Dari sekian banyaknya penemuan yang ada, Junus Satrio Atmodjo menyimpulkan daerah itu dulu banyak dihuni dan menjadi tempat bertemu berbagai budaya. Ada manik-manik yang berasal dari Persia, China, dan India. Agama Buddha Mahayana Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas dengan diketemukannya lempeng-lempeng bertuliskan "wajra" pada beberapa candi yang membentuk mandala.


PERCANDIAN BATUJAYA


Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.

Lokasi

Situs Batujaya secara administratif terletak di dua wilayah desa, yaitu Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Talagajaya, Kecamatan Pakisjaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Luas situs Batujaya ini diperkirakan sekitar lima km2. Situs ini terletak di tengah-tengah daerah persawahan dan sebagian di dekat permukiman penduduk dan tidak berada jauh dari garis pantai utara Jawa Barat (Ujung Karawang). Batujaya kurang lebih terletak enam kilometer dari pesisir utara dan sekitar 500 meter di utara Ci Tarum. Keberadaan sungai ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keadaan situs sekarang karen tanah di daerah ini tidak pernah kering sepanjang tahun, baik pada musim kemarau atau pun pada musim hujan.
Lokasi percandian ini jika ditempuh menggunakan kendaraan sendiri dan datang dari Jakarta, dapat dicapai dengan mengambil Jalan tol Cikampek. Keluar di gerbang tol Karawang Barat dan mengambil jurusan Rengasdengklok. Selanjutnya mengambil jalan ke arah Batujaya di suatu persimpangan. Walaupun jika ditarik garis lurus hanya berjarak sekitar 50 km dari Jakarta, waktu tempuh dapat mencapai tiga jam[1] karena kondisi jalan yang ada.
Situs Batujaya terletak di lokasi yang relatif berdekatan dengan Situs Cibuaya (sekitar 15km di arah timur laut) yang merupakan peninggalan bangunan Hindu dan situs temuan pra-Hindu "kebudayaan Buni" yang diperkirakan berasal dari masa abad pertama Masehi. Kenyataan ini seakan-akan mendukung tulisan Fa Hsien yang menyatakan: "Di Ye-po-ti (Taruma, maksudnya Kerajaan Taruma) jarang ditemukan penganut Buddhisme, tetapi banyak dijumpai brahmana dan orang-orang beragama kotor".[2]
Lokasi candi ini dahulu merupakan danau dan candi dibangun di tepi danau. Danau ini terbentuk akibat beralihnya sungai Citaruum dari arah Utara ke Barat Laut (lihat gambar). Hal ini juga di tandakan dengan nama desa yang ada yaitu Segaran yang berarti Laut atau badan air seperi danau dalam bahasa Sangsekerta dan Telaga Jaya.

CANDI SOJIWAN


Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/cc/Sojiwan_front.jpg/220px-Sojiwan_front.jpg

Candi Sojiwan atau Candi Sajiwan adalah sebuah candi Buddhis yang terletak di desa Kebon Dalem Kidul, kecamatan Prambanan, kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Sebuah ciri khas candi ini ialah adanya sekitar 20 relief di kaki candi yang berhubungan dengan cerita-cerita Pancatantra atau Jataka dari India. Dari 20 relief ini, tinggal 19 relief yang sekarang masih ada.
Candi ini terletak kurang lebih dua kilometer ke arah selatan dari Candi Prambanan, dari gerbang Taman Wisata Candi Prambanan meyeberang jalan raya Solo-Yogyakarta masuk ke jalan kecil menuju ke arah selatan, menyeberang rel kereta api, lalu pada perempatan pertama berbelok ke kiri (timur) sejauh beberapa ratus meter hingga candi terlihat di sisi selatan. Candi ini telah rampung dipugar pada tahun 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA  BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki sejarah yang panjang mengenai kerajaan-ker...