CANDI BOROBUDUR
Borobudur adalah nama sebuah candi
Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah
kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat
laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana
sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra
Ciri-Ciri nya :
Candi Borobudur berbentuk punden
berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat
berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu
tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.
CANDI
MENDUT
Candi Mendut didirikan semasa
pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah
yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan
suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli
arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi
Mendut.
Ciri-Ciri nya :
Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.
Candi Mendut adalah sebuah candi
berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan
Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi
Borobudur.
CANDI
NGAWEN
Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi Ngawen adalah candi Buddha
yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di
desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini
dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram
Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam
prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.
Ciri-Ciri nya :
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran
CANDI
LUMBUNG
Candi Lumbung adalah candi Buddha
yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di sebelah
candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman
Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan kumpulan dari satu candi utama
(bertema bangunan candi Buddha)
Ciri-cirinya :
Dikelilingi oleh 16 buah candi kecil yang keadaannya masih relatif cukup bagus.
CANDI BANYUNIBO
Candi Banyunibo yang berarti air
jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh
dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke
arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman
Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang
merupakan ciri khas agama Buddha.
Ciri-cirinya:
Keadaan dari candi ini terlihat
masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara dan bentuk relief
lainnya yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai bagian ruangan
tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an,
dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.
KOMPLEKS
PERCANDIAN BATUJAYA
Kompleks Percandian Batujaya adalah
sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuna yang terletak di
Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa
Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang
tersebar di beberapa titik.
Cirri-cirinya:
Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.
Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.
Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.
Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.
Candi
Muara Takus
Candi Muara Takus adalah sebuah
candi Buddha yang terletak di Riau, Indonesia. Kompleks candi ini tepatnya
terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar atau
jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau. Jarak antara
kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak
jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan.
Ciri-cirinya:
Kompleks candi ini dikelilingi
tembok berukuran 74 x 74 meter diluar arealnya terdapat pula tembok tanah
berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir
sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua,
Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri
dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata
untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah
hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini
dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata
ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini
walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi
itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.
CANDI
SUMBERAWAN
Candi Sumberawan hanya berupa sebuah
stupa, berlokasi di Kecamatan Singosari, Malang. Dengan jarak sekitar 6 km dari
Candi Singosari. Candi ini Merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan
digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Candi Sumberawan terletak di desa
Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, +/- 6 Km, di sebelah Barat
Laut Candi Singosari, candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran P. 6,25m
L. 6,25m T. 5,23m dibangun pada ketinggian 650 mDPL, di kaki bukit Gunung
Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat
sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi
Rawan.
Cirri-cirinya:
Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.
Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.
CANDI
BRAHU
Candi Brahu dibangun dengan gaya dan
kultur Buddha, didirikan abad 15 Masehi. Pendapat lain, candi ini berusia jauh
lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan. Menurut buku Bagus Arwana,
kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini didapat dari sebutan
sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang
ditemukan tak jauh dari candi brahu. Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok
pada tahun 861 Saka atau 9 September 939,
Cirri-cirinya:
Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.
Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.
CANDI
SEWU
Candi Sewu adalah candi Buddha yang
berada di dalam kompleks candi Prambanan (hanya beberapa ratus meter dari candi
utama Roro Jonggrang). Candi Sewu (seribu) ini diperkirakan dibangun pada saat kerajaan Mataram
Kuno oleh raja Rakai Panangkaran (746 – 784). Candi Sewu merupakan komplek
candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur, sementara candi Roro Jonggrang
merupakan candi bercorak Hindu.
Menurut legenda rakyat setempat,
seluruh candi ini berjumlah 999 dan dibuat oleh seorang tokoh sakti bernama,
Bandung Bondowoso hanya dalam waktu satu malam saja, sebagai prasyarat untuk
bisa memperistri dewi Roro Jonggrang. Namun keinginannya itu gagal karena pada
saat fajar menyingsing, jumlahnya masih kurang satu.
CANDI BAHAL
Candi Bahal, Biaro Bahal,
atau Candi Portibi adalah kompleks candi Buddha aliran Vajrayana yang
terletak di Desa Bahal, Kecamatan
Padang Bolak, Portibi, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera
Utara, yaitu sekitar 3 jam perjalanan dari Padangsidempuan atau
berjarak sekitar 400 km dari Kota Medan. Candi
ini terbuat dari bahan bata merah dan diduga berasal dari sekitar abad ke-11 dan
dikaitkan dengan Kerajaan Pannai, salah satu pelabuhan di
pesisir Selat Malaka yang ditaklukan dan menjadi bagian
dari mandala Sriwijaya.[1]
Candi ini diberi nama berdasarkan nama desa tempat
bangunan ini berdiri. Selain itu nama Portibi dalam bahasa
Batak berarti 'dunia' atau 'bumi' istilah serapan yang berasal
dari bahasa sansekerta: Pertiwi (dewi
Bumi).
Arsitektur bangunan candi ini hampir serupa dengan Candi
Jabung yang ada Kabupaten Probolinggo, Jawa
Timur.
CANDI BANYUNIBO
Candi Banyunibo (yang berarti
air jatuh-menetes dalam bahasa
Jawa) adalah candi Buddha yang
berada tidak jauh dari Candi
Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari Kota Yogyakarta ke arah
Kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar
abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian
atas candi ini terdapat sebuah stupa yang
merupakan ciri khas agama Buddha.
Bangunan candi ini bernama Candi Banyunibo yang
berada tidak jauh dari kompleks Ratu Boko, Candi Barong dan Candi Ijo. Bahkan
di sekitar candi ini pun banyak dijumpai situs candi yang berserakan di
beberapa dusun sekitarnya.
Candi ini diketemukan dalam keadaan runtuh dan
kemudian mulai digali dan diteliti pada tahun 1940-an. Candi ini dibangun pada
sekitar abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Deskripsi
Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa
yang merupakan ciri khas agama Buddha. Arti nama candi ini yaitu Banyunibo yang
berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) walaupun di candi ini tidak ada
tetesan air ataupun sumber air di sekitar candi. Candi Banyunibo termasuk
bangunan suci Buddha yang cukup kaya akan hiasan (ornament). Hampir pada setiap
bagian candi diisi oleh bermacam-macam hiasan dan relief, meskipun bagian yang
satu dengan yang lain sering ditemukan motif hiasan yang sama.
Hiasan pada kaki candi. Dinding kaki candi
Banyunibo masing-masing sisi dibagi menjadi beberapa bidang. Bidang tersebut
kemudian diisi dengan pahatan berupa hiasan tumbuh-tumbuhan yang keluar dari
pot bunga. Candi utama menghadap ke barat dan terletak di antara ladang tebu
dan persawahan.
Dari puing-puing di sekitar, diperkirakan ada 6
buah candi perwara (candi pendamping) berbentuk stupa di sekeliling candi utama
di sebelah selatan dan timur. Candi utama menghadap ke barat dan terletak di
antara ladang tebu dan persawahan. Sayangnya candi perwara ini tidak terbuat
dari batu andesit melainkan batu putih yang mudah sekali aus. Di sebelah utara
candi, terdapat tembok batu sepanjang 65 m membujur dari barat ke timur.
Reruntuhan candi perwara berupa stupa diperkirakan berdiameter sekitar 5 m
CANDI PAWON
Letak
Candi Pawon ini berada di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur, tepat berjarak 1750 meter dari Candi Borobudur ke arah timur dan 1150 m dari Candi Mendut ke arah
barat.
Sejarah dan pemugaran
Nama
Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya. Ahli epigrafi J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal dari bahasa Jawa awu yang berarti 'abu',
mendapat awalan pa- dan akhiran -an yang menunjukkan suatu
tempat. Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti 'dapur', akan
tetapi de Casparis mengartikannya sebagai 'perabuan' atau tempat abu. Penduduk
setempat juga menyebutkan Candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin
berasal dari kata bahasa
Sanskerta vajra
=yang berarti 'halilintar' dan anala yang berarti 'api'. Candi Pawon
dipugar tahun 1903.
Arca dan arsitektur
Di
dalam bilik candi ini sudah tidak ditemukan lagi arca sehingga sulit untuk mengidentifikasikannya lebih jauh. Suatu hal yang
menarik dari Candi Pawon ini adalah ragam hiasnya. Dinding-dinding luar candi
dihias dengan relief pohon hayati (kalpataru) yang diapit pundi-pundi dan kinara-kinari
(mahluk setengah manusia setengah burung/berkepala manusia berbadan burung).
CANDI NGAWEN
Candi
Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan
Muntilan, Kabupaten
Magelang. Menurut
perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Sailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan
Mataram Kuno. Menurut
Soekmono keberadaan candi Ngawen ini
kemungkinan besar adalah bangunan suci yang tersebut dalam prasasti
Karang Tengah pada
tahun 824 M, yaitu Venuvana (Sanskerta: 'Hutan Bambu').
Candi
ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang
berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung
Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak
berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya
adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
CANDI PLAOSAN
Salah satu candi Budha kembar utama
Plaosan Lor, di Kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa
Tengah dari dinasti Sailendra abad ke-9 zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Candi Plaosan adalah sebutan
untuk kompleks percandian yang terletak di Dukuh Plaosan,
Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa
Tengah, Indonesia. Candi ini terletak kira-kira satu
kilometer ke arah timur-laut dari Candi
Sewu atau Candi
Prambanan. Adanya kemuncak stupa, arca Buddha, serta candi-candi
perwara (pendamping/kecil) yang berbentuk stupa
menandakan bahwa candi-candi tersebut adalah candi Buddha.
Kompleks ini dibangun pada abad ke-9 oleh
Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan pada
zaman Kerajaan Medang, atau juga dikenal dengan
nama Kerajaan Mataram Kuno.
Kompleks Candi Plaosan Lor yang
berada di sebelah timur-laut dari candi
Prambanan
Kompleks Candi Plaosan Lor memiliki
dua candi utama. Candi yang terletak di sebelah kiri (di sebelah utara)
dinamakan Candi Induk Utara dengan relief yang menggambarkan tokoh-tokoh
wanita, dan candi yang terletak di sebelah kanan (selatan) dinamakan Candi
Induk Selatan dengan relief menggambarkan tokoh-tokoh laki-laki. Di bagian
utara kompleks terdapat masih selasar terbuka dengan beberapa arca buddhis.
Kedua candi induk ini dikelilingi oleh 116 stupa perwara serta 50 buah candi
perwara, juga parit buatan.
Pada masing-masing candi induk terdapat 6
patung/arca Dhyani
Boddhisatwa. Walaupun candi ini adalah candi Buddha, tetapi gaya
arsitekturnya merupakan perpaduan antara agama Buddha dan Hindu.
Candi Induk Selatan Plaosan Lor dipugar pada tahun
1962 oleh Dinas Purbakala.
Sementara itu, Candi Induk Selatan dipugar pada tahun 1990-an oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan
Purbakala Jawa Tengah.
CANDI SARI
Candi Sari adalah candi Buddha yang
berada tidak jauh dari Candi
Sambi Sari, Candi
Kalasan dan Candi
Prambanan, yaitu di bagian sebelah timur laut dari kota Yogyakarta, dan
tidak begitu jauh dari Bandara Adisucipto. Candi ini
dibangun pada sekitar abad ke-8 dan ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno dengan bentuk
yang sangat indah. Pada bagian atas candi ini terdapat 9 buah stupa seperti
yang nampak pada stupa di Candi
Borobudur, dan tersusun dalam 3 deretan sejajar.
Bentuk bangunan candi serta ukiran relief yang ada
pada dinding candi sangat mirip dengan relief di Candi
Plaosan. Beberapa ruangan bertingkat dua berada persis di bawah
masing-masing stupa, dan diperkirakan dipakai untuk tempat meditasi bagi para
pendeta Buddha (bhiksu) pada zaman dahulunya. Candi Sari pada masa lampau
merupakan suatu Vihara Buddha, dan dipakai sebagai tempat belajar dan berguru
bagi para bhiksu.
CANDI SUMBERAWAN
Candi Sumberawan hanya berupa
sebuah stupa,
berlokasi di Desa Toyomarto, Kecamatan
Singosari, Kabupaten
Malang, Jawa Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi
Singosari. Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan digunakan
oleh umat Buddha pada
masa itu.
Candi ini dibuat dari batu andesit dengan
ukuran panjang 6,25 m, lebar 6,25 m, dan tinggi 5,23 m, dibangun pada
ketinggian 650 m di atas permukaan laut, di kaki bukit Gunung
Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena
terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi
nama Candi Rawan.
Candi Sumberawan pertama kali ditemukan pada tahun
1904. Pada tahun 1935 diadakan kunjungan oleh peneliti dari Dinas Purbakala.
Pada zaman Hindia Belanda pada tahun 1937 diadakan pemugaran
pada bagian kaki candi, sedangkan sisanya direkonstruksi secara darurat. Candi
Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang
ditemukan di Jawa Timur. Batur candi berdenah bujur sangkar, tidak memiliki
tangga naik dan polos tidak berelief. Candi
ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang
tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di
atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik
berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang
bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang. Karena ada
beberapa kesulitan dalam perencanaan kembali bagian teratas dari tubuh candi,
maka terpaksa bagian tersebut tidak dipasang kembali. Diduga dulu pada
puncaknya tidak dipasang atau dihias dengan payung atau chattra, karena
sisa-sisanya tidak ditemukan sama sekali. Candi Sumberawan tidak memiliki
tangga naik ruangan di dalamnya yang biasanya digunakan untuk menyimpan benda
suci. Jadi, hanya bentuk luarnya saja yang berupa stupa, tetapi fungsinya tidak
seperti lazimnya stupa yang sesungguhnya. Diperkirakan candi ini dahulu memang
didirikannya untuk pemujaan.
KOMPLEKS CANDI MUARO JAMBI
Situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi adalah
sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan
peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan
Melayu. Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Indonesia,
tepatnya di tepi Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota
Jambi. Koordinat Selatan 01* 28'32" Timur 103*
40'04". Candi tersebut diperkirakakn berasal dari abad
ke-11 M. Candi Muaro Jambi merupakan kompleks candi yang
terbesar dan yang paling terawat di pulau Sumatera. Dan
sejak tahun 2009 Kompleks Candi Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO untuk
menjadi Situs Warisan Dunia.
Kompleks percandian Muaro Jambi pertama kali
dilaporkan pada tahun 1824 oleh seorang letnan Inggris bernama S.C. Crooke yang melakukan
pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer. Baru
tahun 1975,
pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran yang serius yang
dipimpin R. Soekmono. Berdasarkan
aksara Jawa Kuno[rujukan?] pada
beberapa lempeng yang ditemukan, pakar epigrafi Boechari menyimpulkan
peninggalan itu berkisar dari abad ke-9-12 Masehi. Di
situs ini baru sembilan bangunan yang telah dipugar,[1] dan
kesemuanya adalah bercorak Buddhisme. Kesembilan candi tersebut adalah Candi
Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.
Dari sekian banyaknya penemuan yang ada, Junus Satrio
Atmodjo menyimpulkan daerah itu dulu banyak dihuni dan menjadi
tempat bertemu berbagai budaya. Ada manik-manik yang berasal dari Persia, China, dan India. Agama Buddha Mahayana Tantrayana diduga
menjadi agama mayoritas dengan diketemukannya lempeng-lempeng bertuliskan
"wajra"
pada beberapa candi yang membentuk mandala.
PERCANDIAN BATUJAYA
Kompleks Percandian Batujaya adalah
sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuna
yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang,
Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian
karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.
Lokasi
Situs Batujaya secara administratif terletak di dua
wilayah desa, yaitu Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Talagajaya, Kecamatan Pakisjaya di Kabupaten Karawang, Jawa
Barat. Luas situs Batujaya ini diperkirakan sekitar lima km2. Situs
ini terletak di tengah-tengah daerah persawahan dan
sebagian di dekat permukiman penduduk dan tidak berada jauh dari garis pantai
utara Jawa Barat (Ujung Karawang).
Batujaya kurang lebih terletak enam kilometer dari pesisir utara dan sekitar
500 meter di utara Ci Tarum. Keberadaan sungai ini memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap keadaan situs sekarang karen tanah di
daerah ini tidak pernah kering sepanjang tahun, baik pada musim kemarau atau pun
pada musim hujan.
Lokasi percandian ini jika ditempuh menggunakan
kendaraan sendiri dan datang dari Jakarta, dapat
dicapai dengan mengambil Jalan tol Cikampek. Keluar di
gerbang tol Karawang Barat dan mengambil jurusan Rengasdengklok.
Selanjutnya mengambil jalan ke arah Batujaya di suatu persimpangan. Walaupun
jika ditarik garis lurus hanya berjarak sekitar 50 km dari Jakarta, waktu
tempuh dapat mencapai tiga jam[1] karena
kondisi jalan yang ada.
Situs Batujaya terletak di lokasi yang relatif
berdekatan dengan Situs Cibuaya (sekitar 15km di arah timur laut)
yang merupakan peninggalan bangunan Hindu dan
situs temuan pra-Hindu "kebudayaan
Buni" yang diperkirakan berasal dari masa abad pertama
Masehi. Kenyataan ini seakan-akan mendukung tulisan Fa Hsien yang
menyatakan: "Di Ye-po-ti (Taruma, maksudnya Kerajaan
Taruma) jarang ditemukan penganut Buddhisme, tetapi
banyak dijumpai brahmana dan orang-orang beragama kotor".[2]
Lokasi candi ini dahulu merupakan danau dan candi
dibangun di tepi danau. Danau ini terbentuk akibat beralihnya sungai Citaruum
dari arah Utara ke Barat Laut (lihat gambar). Hal ini juga di tandakan dengan
nama desa yang ada yaitu Segaran yang berarti Laut atau badan air seperi danau
dalam bahasa Sangsekerta dan Telaga Jaya.
CANDI SOJIWAN
Candi Sojiwan atau Candi
Sajiwan adalah sebuah candi Buddhis yang terletak di desa Kebon Dalem Kidul,
kecamatan Prambanan, kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Sebuah ciri khas candi ini ialah adanya sekitar 20 relief di kaki
candi yang berhubungan dengan cerita-cerita Pancatantra atau Jataka dari India. Dari 20
relief ini, tinggal 19 relief yang sekarang masih ada.
Candi ini terletak kurang lebih dua kilometer ke
arah selatan dari Candi Prambanan, dari gerbang Taman Wisata
Candi Prambanan meyeberang jalan raya Solo-Yogyakarta masuk ke jalan kecil
menuju ke arah selatan, menyeberang rel kereta api, lalu pada perempatan
pertama berbelok ke kiri (timur) sejauh beberapa ratus meter hingga candi
terlihat di sisi selatan. Candi ini telah rampung dipugar pada tahun 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar