Sabtu, 01 Desember 2018

MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA


KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
 BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki sejarah yang panjang mengenai kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri, baik yang belum menganut suatu agama maupun yang sudah menganut sebuah agama.
Pada awalnya agama atau kepercayaan yang dimiliki bangsa Indonesia  adalah animisme yaitu  mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka. 
Namun dengan perkembangan zaman, masuklah ajaran-ajaran yang dibawa oleh orang-orang dari wilayah India, yang kemudian secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kepercayaan masyarakat asli bangsa Indonesia, Bangsa India yang masuk ke Indonesia membawa kepercayaan agama Hindu, yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Kerajaan-kerajaan beragama Hindu di Indonesia. Selain dari India, banyak juga pendatang yang datang ke Indonesia, diantaranya orang-orang dari wilayah timur tengah, melalui jalur perdagangan maupun jalur-jalur lainnya, misalnya perkawinan, pendidikan, yang kemudian mengajarkan agama Islam, dan itu adalah cikal bakal masuknya agama islam ke Indonesia, dan pada akhirnya banyak raja-raja yang menganut agama islam.


B.   Rumusan Masalah

       1. Apa sajakah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia ?

       2.  Bagaimana perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia ?



C. Tujuan

         1. Agar pembaca dapat mengetahui kerajaan-kerajaan Islam yang pernah ada di Indonesia

         2. Agar pembaca dapat lebih memahami perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia

1. Kerajaan Samudra Pasai
                               Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berada di Sumatra. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malik Al Saleh dan mengalami kejayaan. Hal ini dibuktikan Kerajaan Samudera Pasai mampu memperluas wilayahnya dan menjalin hubungan perdagangan dengan Arab. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik aI Tahir, ada kunjungan Ibnu Battutah yang mengadakan perjalanan India-Cina (kembali tahun 1345). Peranan Kerajaan Samudera Pasai dalam persebaran agama Islam yaitu:
·   Menjadi pusat studi Islam di Asia sehingga banyak orang-orang asing yang menetap di Samudera Pasai.
·   Penyebaran agama Islam melalui perluasan pengaruh politik. Hal ini dibuktikan dengan berhasil merintis munculnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa.
Samudera Pasai menggunakan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan laut yang menghubungkan daerah Pasai dengan Arab, India, dan Cina. Sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan besar, Samudera Pasai memiliki fungsi sebagai
·   Tempat merambah perbekalan.
·   Tempat mengurus masalah perkapalan.
·   Tempat mengumpulkan komoditas dagang yang akan dikirim ke luar.Tempat menyimpan barang yang akan diantar ke daerah lain.
Sebagai sebuah kerajaan, raja silih berganti memerintah di Samudra Pasai. Raja-raja yang pernah memerintah Samudra Pasai adalah seperti berikut.
(1) Sultan Malik Al-saleh berusaha meletakkan dasar-dasar kekuasaan Islam dan berusaha mengembangkan kerajaannya antara lain melalui perdagangan dan memperkuat angkatan perang. Samudra Pasai berkembang menjadi negara maritim yang kuat di Selat Malaka.
(2) Sultan Muhammad (Sultan Malik al Tahir I) yang memerintah sejak 1297-1326. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Perlak kemudian disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai.
(3) Sultan Malik al Tahir II (1326 – 1348 M). Raja yang bernama asli Ahmad ini sangat teguh memegang ajaran Islam dan aktif menyiarkan Islam ke negeri-negeri sekitarnya. Akibatnya, Samudra Pasai berkembang sebagai pusat penyebaran Islam. Pada masa pemerintahannya, Samudra Pasai memiliki armada laut yang kuat sehingga para pedagang merasa aman singgah dan berdagang di sekitar Samudra Pasai. Namun, setelah muncul Kerajaan Malaka, Samudra Pasai mulai memudar. Pada tahun 1522 Samudra Pasai diduduki oleh Portugis. Keberadaan Samudra Pasai sebagai kerajaan maritim digantikan oleh Kerajaan Aceh yang muncul kemudian
Adanya perpecahan di dalam kerajaan telah melahirkan kemunduran politik dan perdagangan terlebih lagi, munculnya Kerajaan Malaka yang letaknya lebih strategis. 

2. Kerajaan Aceh
          Kerajaan Islam berikutnya di Sumatra ialah Kerajaan Aceh. Kerajaan yang didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Ali Mughayat Syah (1514-1528), menjadi penting karena mundurnya Kerajaan Samudera Pasai dan berkembangnya Kerajaan Malaka.
Pusat pemerintahan Kerajaan Aceh ada di Kutaraja (Banda Acah sekarang). Corak pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem: pemerintahan sipil di bawah kaum bangsawan, disebut golongan teuku; dan pemerintahan atas dasar agama di bawah kaum ulama, disebut golongan tengku atau teungku.
Sebagai sebuah kerajaan, Aceh mengalami masa maju dan mundur. Aceh mengalami kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607- 1636). Pada masa pemerintahannya, Aceh mencapai zaman keemasan. Aceh bahkan dapat menguasai Johor, Pahang, Kedah, Perak di Semenanjung Melayu dan Indragiri, Pulau Bintan, dan Nias. Di samping itu, Iskandar Muda juga menyusun undang-undang tata pemerintahan yang disebut Adat Mahkota Alam.
Corak pemerintahannya terdiri atas,
·            Pemerintahan sipil oleh golongan bangsawan (teuku).
·            Pemerintahan agama oleh golongan ulama (tengku).
·            Berikut ini beberapa tindakan yang dilakukan Iskandar Muda untuk memperkuat kerajaan Aceh.
·            Memperluas daerah kekuasaan ke Semeranjung Malaka dengan dikuasainya kerajaan Kedah, Perak, Johor, dan Pahang. Daerah pantai barat dan timur Sumatera dikuasainya sampai ke Pariaman yang merupakan jalur masuk Islam ke Minaangkabau.
·            Untuk memperlemah kekuasaan Portugis, Iskandar Muda membuka kerja sama dengan Belanda dan lnggris dengan mengizinkan kongsi dagang mereka, yaitu VOC dan EIC untuk membuka kantor cabangnya di Aceh.
·            Menyerang Portugis di Malaka dan sempat mengalahkan Portugis di Pulau Bintan pada tahun 1614.Mendirikan
·            Masjid Baiturrahman di pusat ibukota kerajaan Aceh.
Setelah Sultan Iskandar Muda, tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan Aceh. Aceh mengalami kemunduran di bawah pimpinan Sultan Iskandar Thani (1636- 1641). Dia kemudian digantikan oleh permaisurinya, Putri Sri Alam Permaisuri (1641- 1675). Sejarah mencatat Aceh makin hari makin lemah akibat pertikaian antara golongan teuku dan teungku, serta antara golongan aliran syiah dan sunnah wal jama’ah. Akhirnya, Belanda berhasil menguasai Aceh pada tahun 1904.
Dalam bidang sosial, letaknya yang strategis di titik sentral jalur perdagangan internasional di Selat Malaka menjadikan Aceh makin ramai dikunjungi pedangang Islam.
Terjadilah asimilasi baik di bidang sosial maupun ekonomi. Dalam kehidupan bermasyarakat, terjadi perpaduan antara adat istiadat dan ajaran agama Islam. Pada sekitar abad ke-16 dan 17 terdapat empat orang ahli tasawuf di Aceh, yaitu Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumtrani, Nuruddin ar-Raniri, dan Abdurrauf dari Singkil.
Keempat ulama ini sangat berpengaruh bukan hanya di Aceh tetapi juga sampai ke Jawa.
Dalam kehidupan ekonomi, Aceh berkembang dengan pesat pada masa kejayaannya. Dengan menguasai daerah pantai barat dan timur Sumatra, Aceh menjadi kerajaan yang kaya akan sumber daya alam, seperti beras, emas, perak dan timah serta rempah-rempah.



3. Kerajaan Demak
Awal Perkembangan Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak sebelumnya merupakan daerah vasal atau bawahan dari Majapahit. Daerah ini diberikan kepada Raden Patah, keturunan Raja Majapahit yang terakhir.
Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para bupati, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Sejak saat itu, kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat. Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Sementara itu, daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang, Jambi, Banjar, dan Maluku.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah mangkat dan digantikan oleh putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan Pati Unus, Demak dan Portugis bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya, Pati Unus hanya memperkuat pertahanan lautnya, dengan maksud agar Portugis tidak masuk ke Jawa. Setelah mangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh adiknya Trenggana. Setelah naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha besar membendung masuknya portugis ke Jawa Barat dan memperluas kekuasaan Kerajaan Demak.
Beliau mengutus Faletehan beserta pasukannya untuk menduduki Jawa Barat. Dengan semangat juang yang tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan Sunda Kelapa lalu menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa akhirnya tunduk kepada pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat menjadi raja di Cirebon. Pasukan demak terus bergerak ke daerah pedalaman dan berhasil menundukkan Pajang dan Mataram, serta Madura. Untuk memperkuat kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan politik dengan Bupati Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan Putra Bupati Madura, Jaka Tingkir. Sultan Trenggana   mangkat pada tahun 1546 M.
Mangkatnya Beliau menimbulkan kekacauan politik yang hebat di Demak. Negara bagian banyak yang melepaskan diri, dan para ahli waris Demak juga saling berebut tahta sehingga timbul perang saudara dan muncullah kekuasaan baru, yakni Kerajaan Pajang.
Aspek Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur. Pemerintahan diatur dengan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Hasil kebudayaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan Islam. Seperti ukir-ukiran Islam dan berdirinya Masjid Agung Demak yang masih berdiri sampai sekarang. Masjid Agung tersebut merupakan lambang kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam.
Aspek Kehidupan Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Demak berperan penting karena mempunyai daerah pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain beras, madu, dan lilin.
Keruntuhan Kerajaan Demak
Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan karena pembalasan dendam yang dilakukan oleh Ratu Kalinyamat yang bekerja sama dengan Bupati Pajang Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria Penansang sebagai pemimpin Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah membunuh suami dan adik suami dari Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka berhasil meruntuhkan pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain adalah Aria Penansang. Aria Penansang sendiri berhasil dibunuh Sutawijaya. Sejak saat itu pemerintahan Demak pindah ke Pajang dan tamatlah riwayat Kerajaan Demak.

4. Kerajaan Pajang
         Pada tahun 1568 berdiri kerajaan Islam Pajang. Pendiri kerajaan ini adalah Sultan Adiwijoyo atau Joko Tingkir. Ia berhasil mengalahkan Arya penangsang raja Demak. Ia kemudian menindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Pajang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berdirinya kerajaan Islam Pajang erat kaitannya dengan kerajaan Demak.
Sultan Adiwijoyo atau Joko Tingkir adalah seorang yang suka menghargai pendukung atau pengikut yang turut bertempur bersamanya sewaktu menghadapi Arya Penangsang. Mereka yang telah berjasa oleh Sultan Adiwijoyo diberi hadiah penghargaan. Kedua orang yang dinilai sangat berjasa yaitu Kiai Ageng Pemanahan dihadiahi tanah di Mataram (sekitar Kotagede, dekat Yogyakarta). Sedangkan Kiai Panjawi dihadiahi tanah di Daerah Pati. Mereka sekaligus diangkat menjadi bupati di daerahnya masing-masing.
Bupati Surabaya diangkat sebagai wakil raja yang memiliki daerah kekuasaan meliputi Sedayu, Gresik, Surabaya dan Panarukan.
Kiai Ageng Pemanahan yang menjadi Bupati Mataram mempunyai seorang putra bernama Sutowijoyo. Ia memiliki bakat di bidang kemiliteran. Sutowijoyo lebih dikenal sebagai Senapti Ing Alaga (Panglima Perang). Karena itu setelah Kiai Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, pemerintahan dilanjutkan oleh Sutowijoyo, putranya.
Dalam perkembangnya di Pajang terjadi pergolakan hebat. Setelah Sultan Adiwijoyo wafat pada tahun 1582, maka Arya Pangiri putra Sunan Prawoto (dari Demak) mencoba merebut kekuasaan dari Pangeran Benowo yang ketika itu menjadi penguasa Pajang menggantikan ayahnya, Sultan Adiwijoyo. pangeran Benowo meminta bantuan Sutowijoyo dalam menghadapi Arya Pangiri. Perebutan kekuasaan yang dilakukan Arya Pangiri tidak berhasil. Kemudian Pangeran Benowo menyerahkan kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya yang bernama Sutowojoyo karena tidak mampu lagi melanjutkan pemerintahan. Kemudian oleh Sutowijoyo pusat pemerintahan dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian tamatlah kerajaan Pajang.

5. Kerajaan Mataram
Awal Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik menjadi Bupati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575 M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram. Setelah menjadi bupati, Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa, sehingga terjadilah peperangan sengit pada tahun 1528 M yang menyebabkan Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah itu terjadi perebutan kekuasaan di antara para Bangsawan Pajang dengan pasukan Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran Pangiri beserta pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram. Setelah suasana aman, Pangeran Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke kotagede pada tahun 1568 M. Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Dalam menjalankan pemerintahannya, Sutawijaya, Raja Mataram banyak menghadapi rintangan. Para bupati di pantai utara Jawa seperti Demak, Jepara, dan Kudus yang dulunya tunduk pada Pajang memberontak ingin lepas dan menjadi kerajaan merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya berusaha menundukkan bupati-bupati yang menentangnya dan Kerajaan Mataram berhasil meletakkan landasan kekuasaannya mulai dari Galuh (Jabar) sampai pasuruan (Jatim).
Setelah Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan diserahkan oleh putranya, Mas Jolang, lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, muncul kembali para bupati yang memberontak, seperti Bupati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan Bojonegoro.
Untuk menundukkan pemberontak itu, Sultan Agung mempersiapkan sejumlah besar pasukan, persenjataan, dan armada laut serta penggemblengan fisik dan mental. Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil pada tahun 1625 M. Kerajaan Mataram berhasil menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba merebut Batavia dari tangan Belanda. Namun usaha Sultan mengalami kegagalan.
Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana.
Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram.
Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Di samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.
Kemunduran Mataram Islam
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.

6. Kerajaan Banten
Awal Perkembangan Kerajaan Banten
Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam) mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten cepat berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan Palembang.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja Banten pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas daerah kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M kekuasaan Kerajaan Pajajaran dapat ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas dalam pertempuran. Sejak saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa Barat.
Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, Banten mengalami puncak kejayaan. Keadaan Banten aman dan tenteram karena kehidupan masyarakatnya diperhatikan, seperti dengan dilaksanakannya pembangunan kota. Bidang pertanian juga diperhatikan dengan membuat saluran irigasi.
Sultan Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580 M. Setelah mangkat, terjadilah perang saudara untuk memperebutkan tahta di Banten. Setelah peristiwa itu, putra Sultan Maulana Yusuf, Maulana Muhammad yang baru berusia sembilan tahun diangkat menjadi Raja dengan perwalian Mangkubumi.
Masa pemerintahan Maulana Muhammad berlangsung tahun 1508-1605 M. Kemudian digantikan oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak didampingi oleh Pangeran Ranamenggala. Setelah pangeran Rana Menggala wafat, Banten mengalami kemunduran.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat, Persia, dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan sosial masyarakat Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di lingkungan daerah perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.
Kemunduran Kerajaan Banten
Penyebab kemunduran Kerajaan Banten berawal saat mangkatnya Raja Besar Banten Maulana Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar terjadilah perang saudara di Banten antara saudara Maulana Yusuf dengan pembesar Kerajaan Banten. Sejak saat itu Banten mulai hancur karena terjadi peang saudara, apalagi sudah tidak ada lagi raja yang cakap seperti Maulana Yusuf.

7. Kerajaan Gowa-Tallo
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya.
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya di abad ke-17.
Letak Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan. Makassar sebenarnya adalah ibukota Gowa yang dulu disebut sebagai Ujungpandang. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan   berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara. Berikut adalah peta Sulawesi Selatan pada saat itu.
Kondisi sosial, ekonomi dan politik Kerajaan Gowa Tallo
1. Kondisi sosial budaya Kerajaan Gowa Tallo
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.  Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
2. Kondisi ekonomi Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :
  • letak yang strategis,
  • memiliki pelabuhan yang baik
  • jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE, sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.
Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
3. Kondisi politik Kerajaan Gowa Tallo
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
  1. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
  2. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
  3. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
  4. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
Proses Kehancuran Kerajaan Gowa Tallo
Sepeninggal Hasanuddin, Makassar dipimpin oleh putranya bernama napasomba. Sama seperti ayahnya, sultan ini menentang kehadiran belanda dengan tujuan menjamin eksistensi Kesultanan Makasar. Namun, Mapasomba gigih pada tekadnya untuk mengusir Belanda dari Makassar. Sikapnya yang keras dan tidak mau bekerja sama menjadi alasan Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran. Pasukan Mapasomba berhasil dihancurkan dan Mapasomba sendiri tidak diketahui nasibnya. Belanda pun berkuasa sepenuhnya atas kesultanan Makassar.

8. Kerajaan Ternate dan Tidore
Ternate merupakan kerajaan Islam di timur yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur sebagai raja.
Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang karena Maluku kaya akan rempah-rempah. Kerajaan Ternate cepat berkembang berkat hasil rempah-rempah terutama cengkih.
Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung selamanya. Setelah Portugis dan Spanyol datang ke Maluku, kedua kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan tersebut terjadi persaingan. Portugis yang masuk Maluku pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng Sao Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagai sekutunya.
Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Di lain pihak, ternyata bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran agama mereka. Penyebaran agama ini mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun (1550-1570). Ketika diajak berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo, Sultan Khairun dibunuh oleh Portugis.
Setelah sadar bahwa mereka diadu domba, hubungan kedua kerajaan membaik kembali. Sultan Khairun kemudian digantikan oleh Sultan Baabullah (1570-1583). Pada masa pemerintahannya, Portugis berhasil diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak terlepas dari bantuan Sultan Tidore. Sultan Khairun juga berhasil memperluas daerah kekuasaan Ternate sampai ke Filipina.
Sementara itu, Kerajaan Tidore mengalami kemajuan pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Sultan Nuku berhasil memperluas pengaruh Tidore sampai ke Halmahera, Seram, bahkan Kai di selatan dan Misol di Irian.
Dengan masuknya Spanyol dan Portugis ke Maluku, kehidupan beragama dan bermasyarakat di Maluku jadi beragam: ada Katolik, Protestan, dan Islam. Pengaruh Islam sangat terasa di Ternate dan Tidore. Pengaruh Protestan sangat terasa di Maluku bagian tengah dan pengaruh Katolik sangat terasa di sekitar Maluku bagian selatan.
Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah yang sangat terkenal bahkan sampai ke Eropa. Itulah komoditi yang menarik orang-orang Eropa dan Asia datang ke Nusantara. Para pedagang itu membawa barang-barangnya dan menukarkannya dengan rempah-rempah. Proses perdagangan ini pada awalnya menguntungkan masyarakat setempat. Namun, dengan berlakunya politik monopoli perdagangan, terjadi kemunduran di berbagai bidang, termasuk kesejahteraan masyarakat.








BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Sejarah merupakan salah satu disiplin ilmu yang penting untuk dipelajari.
2.      Meski terdapat perbedaan teori tentang masuknya Islam ke Indonesia, namun dapat diambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai.
3.      Kerajaan Islam merupakan salah satu bukti dari perkembangan Islam di Indonesia begitu pesat.

B.     Saran

1.    Hendaknya kita lebih bersemangat dalam mempelajari sejarah
2.    Hendaknya kita dapat mengambil ibrah dari Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia
Dengan mempelajari sejarah, selain wawasan kita bertambah kita juga akan lebih memahami kebudayaan-kebudayaan tempo dulu dan mengambil setiap pelajaran dari sejarah tersebut.


Untuk file Ms. Word yang sudah rapi silahkan bisa  KLIK DISINI


 









MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA  BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki sejarah yang panjang mengenai kerajaan-ker...