Minggu, 23 Juli 2017

MAKALAH ADAB MEMBACA AL-QURAN DAN BERDO'A



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang merupakan mukjizat terbesar sepanjang sejarah manusia. Bagi siapa saja yang membaca al-Quran sekalipun tidak memahami maknanya, terhitung sebagai ibadah dan mendapatkan ganjaran pahala yang sangat besar sebagaimana dijelaskan dalam hadits Qudsi yang artinya diriwayatkan oleh Abu Said, Rasululloh SAW bersabda “Allah SWT berfirman: siapa-siapa yang disibukkan dari memohon kepada-Ku karena membaca al-Quran, maka Aku akan berikan dia sebaik-baik ganjaran orang yang bermohon. Kelebihan firman Allah dari semua perkataan adalah seperti kelebihan Allah dari semua makhluk-Nya.”
Dari Hadits di atas, jelas sekali bahwa al-Quran memiliki posisi yang sangat mulia sebagai sebaik-baik kitab suci dan sekaligus pedoman hidup bagi umat manusia. Karena kemulian al-Quran dan untuk mendapatkan ganjaran pahala yang besar.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah-masalah yang akan menjadi bahan dalam penulisan makalah. Rumusan masalahnya adalah “Bagaimana adab atau etika dalam membaca al-Quran?”
C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin penulis capai dalam pembahasan ini adalah dapat mengetahui adab atau etika dalam membaca al-Quran.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    ADAB MEMBACA AL-QURAN
Para Ulama bersepakat mengenai beberapa adab atau etika dalam membaca kitab al-Quran. Kesepakatan-kesepakatan para Ulama tersebut antara lain:
1.        Agar orang yang akan membaca al-Quran bersuci baik dari hadas kecil maupun besar, demikian juga harus suci dari najis baik badan, tempat atau pakaian yang dikenakan, karena al-Quran merupakan sebaik-baik bentuk zikir dan bermunajat kepada Allah Yang Maha Suci, mengharuskan seseorang untuk suci lahir batin.
2.        Agar membaca al-Quran di tempat yang suci dan bersih yang sesuai dengan kemuliaan al-Quran. Masjid merupakan tempat yang paling mulia dan utama sebagai tempat untuk membaca al-Quran.
3.        Mengenakan pakaian yang sopan, rapi dan bersih.
4.        Hendaknya seseorang yang membaca al-Quran agar menghadap ke arah kiblat, karena membaca al-Quran adalah ibadah yang semestinya dilaksanakan dengan menghadap kiblat.
5.        Bersihkan gigi dan mulut dengan siwak agar bersih dan wangi, karena mulut merupakan jalan keluarnya suara al-Quran.
6.        Ikhlaskan diri dalam membaca al-Quran semata-mata karena Allah, bukan karena harta, sanjungan manusia, cari pengaruh dan lain-lain.
7.        Agar menghadirkan pikiran dan perasaan sepenuhnya terhadap apa yang sedang dibaca, sebab dia sedang berhadapan dan munajat kepada Allah SWT ketika membaca al-Quran.
8.        Menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak ada hubungannya dengan membaca al-Quran, seperti tertawa atau berbicara hal-hal lain seperti dalam keadaan darurat.
9.        Menghidari melihat hal-hal yang dapat menyimpangkan pikiran atau perasaan dari al-Quran yang sedang dibaca.
10.    Agar membaca al-Quran dengan tenang, khusuk, dengan sikap yang sopan dan jauh dari cara-cara yang tidak sesuai dengan kemuliaan al-Quran.
11.    Mengawali bacaannya dengan membaca istiadzah.
12.    Mengawali dengan bacaan basmalah kecuali surat al-Bar’ah.
13.    Membacanya denga tartil.
Maulana Muhammad Zakariyya al Kandahlawi menyatakan bahwa adab sebelum membaca al-Quran yakni, setelah bersiwak dan berwudhu, hendaknya duduk di tempat yang sepi dengan penuh hormat dan kerendahan sambil menghadap kiblat. Kemudian dengan menghadirkan hati dan khusu’, kita membaca al-Quran dengan perasaan seperti kita sedang mendengarkan bacaan al-Quran langsung dari Allah SWT. Jika kita mengerti maknanya, sebaiknya kita membacanya dengan penuh tadabbur dan tafakkur (merenungkan dan memikirkan maknanya).
Apabila menemui ayat-ayat tentang rahmat, hendaknya berdoa dan mengharap ampunan serta rahmat-Nya. Apabila menjumpai ayat-ayat tentang adzab dan ancaman Allah, hendaknya kita meminta perlindungan kepada-Nya, karena tidak ada penolong selain Allah SWT. Apabila kita menemukan ayat tentang kebesaran dan kemuliaan Allah SWT, maka ucapkanlah subahanallah. Apabila kita tidak menangis ketika membaca al-Quran, hendaknya kita berpura-pura menangis,Seandainya tidak bermaksud menghafal al-Quran, maka jangan membacanya terlalu cepat. Hendaknya kita letakkan al-Quran di atas bangku, bantal, atau di tempat yang agak tinggi. Pada waktu membaca al-Quran, kita tidak boleh berbicara dengan siapapun. Apabila ada keperluan berbicara ketika kita membaca al-Quran, maka kita harus menutupnya terlebih dahulu. Selesai berbicara, kita awali dengan membaca ta’awudz. Jika orang-orang di sekeliling kita sedang sibuk, sebaiknya kita membaca al-Quran dengan suara pelan. Apabila tidak, lebih baik membaca dengan suara keras.
Para ulama telah menulis ada enam adab lahiriyah dan enam adab batiniyah dalam membaca al-Quran.
1.      Adab Lahiriyah
a.       Membacanya dengan penuh rasa hormat, ada wudhu, dan duduk menghadap kiblat.
b.      Tidak membacanya terlalu cepat, tetapi dibaca dengan tajwid dan tarti.
c.       Berusaha menangis, walaupun terpaksa berpura-pura menangis.
d.      Memenuhi hak ayat-ayat adzab dan rahmat sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya.
e.       Jika dikhawatirkan akan menimbulkan riya’ atau menggangu orang lain, sebaiknya membacanya dengan suara pelan. Jika tidak, sebaiknya membaca dengan suara keras.
f.       Bacalah dengan suara yang merdu, karena banya hadits yang menerangkan supaya kita membaca al-Quran dengan suara yang merdu.
2.      Adab Batiniyah
a.       mengagungkan al-Quran di dalam hati sebagai kalam yang tertinggi.
b.      memasukkan keagungan Allah SWT dan kebesaranNya karena al-Quran adalah kalamNya.
c.       menjauhkan rasa bimbang dan ragu dari hati kita.
d.      membacanya dengan merenungkan makna setiap ayat dengan penuh kenikmatan.
e.       telinga benar-benar ditawajuhkan seolah-olah Allah sendiri sedang berbicara dengan kita dan kita sedang mendengarkannya.
Allah berfirman “Dan apabila dibacakan al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (al A'raaf: 204)
1.      Membersihkan mulut dengan bersiwak sebelum membaca al-Quran.
2.      Membaca al-Quran di tempat yang bersih seperti masjid, dan sebagainya.
3.      Menghadap kiblat.
4.      Membaca ta'awudz (A'udzu billahi minas-syaithonirrajiim) ketika mulai membaca al-Quran.
5.      Firman Allah Ta'ala: (Apabila engkau membaca al-Quran maka mohonlah perlindungan Allah dari godaan setan yang terkutuk)
6.      Membaca basmalah (Bismillahirrahmaanirrahiim) di permulaan tiap surat kecuali surat at Taubah.
7.      Khusu' dan teliti pada setiap ayat yang dibaca.
8.      Firman Allah Ta'ala: (Apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran
ataukah hati mereka terkunci) (
Surat Muhammad: ayat 24)
9.      Firman Allah Ta'ala: (Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan keberkahan supaya mereka memerhatikan
ayat-ayat-Nya ....) (
Surat Shaad: ayat 29)
10.  Memperindah, melagukan dan memerdukan suara dalam membaca al-Quran.
Pendapat para ulama tentang mengeraskan suara ketika membaca al-Quran. Ada beberapa hadits yang memerintahkan untuk mengeraskan suara ketika membaca al-Quran dan ada hadits yang memerintahkan untuk membaca dengan lirih. Diantaranya adalah hadis shahih Bukhori Muslim “Allah tidak mengizinkan untuk suatu hal seperti Dia mengizinkan kepada seorang nabi yang bagus suaranya untuk menyanyikan al-Quran dengan suara keras”. Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Turmidzi dan Nasa’I “orang yang membaca al-Quran dengan keras seperti orang yang terang-terangan dalam bersedekah, dan orang yang membaca al-Quran dengan lirih seperti orang yang merahasiakan sedekah”.
An-Nawawi berkata “Pengumpulan dari dua hadits ini adalah membaca al-Quran lebih lirih adalah lebih baik, jika ditakutkan adanya riya’ atau sombong. Membaca dengan sura keras adalah lebih baik pada waktu tertentu. Karena perbuatan untuk mengeraskan memperbanyak amal, karena faidahnya akan melimpah pada para pendengar, membangunkan hati pembaca itu sendiri, menghilangkan rasa kantu dan menambah semangat. Pengumpulan seperti ini dikuatkan oleh hadits Abu Daud dengan sanad yang sahih dari Abu Said, Rasulullah SAW beriktikaf di dalam masjid maka beliau mendengar para sahabat membaca al-Quran dengan keras, maka beliau membuka takbir dan berkata “Ingatlah kalian bahwa semua ini sedsang bermunajad kepada Tuhan kalian. Maka janganlah kalian saling mengganggu dan janganlah saling meninggikan suara untuk membaca.” Sebagian dari mereka berkata disunahkan untuk membaca dengan keras pada suatu waktu dan membaca dengan lirih di waktu yang lain.
Perbandingan antara membaca dari mushaf dan dari hafalan. Membaca dari mushaf itu adalah lebih baik daripada membaca dari hafalan karena dari melihat dari mushaf itu adalah ibadah yang diperintahkan. An Nawawi berkata “Demikianlah yang dikatakan oleh sahabat-sahabat kami dan para ulama salaf dan aku tidak melihat adanya perbedaan pendapat.” Dia berkata jika dikatakan bahwa hal itu berbeda-berbeda dari orang yang satu dan yang lainnya maka dipilihlah membaca dari mushaf jika seorang itu bisa khusuk dan merenungkannya pada saat dia membaca dari mushaf dan dari hafalannya.
Perselisihan ulama tentang lebih utama membaca sedikit dengan tertil atau membaca dengan cepat dan banyak. Telah berbuat baik sebagian dari imam kita mereka berkata: sesungguhnya membaca al-Quran dengan tartil itu pahalanya lebih banyak, pahala dan banyak itu lebih banyak jumlahnya karena dalam setiap huruf itu terkandung sepuluh kebaikan. Di dalam Burhad az Zarkasi: “Kesempurnaan tartil adalah dengan membaca tafhim pada lafadz-lafadznya dan membaca jelas huruf-hurufnya agar setiap huruf tidak dimasukkan kedalam huruf yang lainnya.”
Hal-hal yang dimakruhkan dan tidak diperbolehkan ketika membaca al-Quran antara lain:
1.        Tidak boleh membaca al-Quran dengan bahasa ‘ajam (selain bahasa Arab) secara mutlak baik dia mampu berbahasa Arab atau tidak, baik di waktu sholat atau di luar sholat.
2.        Tidak diperbolehkan membaca al-Quran dengan qiro’ah yang syad. Ibnu Abdil Barr meriwayatkan ijma’ tentang hai itu tetapi Mauhub al-Jazari membolehkan pada selain shalat, mengkiaskan riwayat hadits dengan makna.
3.        Dimakruhkan untuk menjadikan al-Quran itu sumber rizki (ma’isyah) al-Ajuzi meriwayatkan sebuah hadits dari Imron bin Husain secara marfu’ “barang siapa membaca al-Quran maka hendaklah dia minta kepada Allah dengannya. Sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca al-Quran dan meminta kepada manusia dengannya.
4.        Dimakruhkan untuk mengatakan “aku lupa ayat ini” tetapi aku dilupakan tentang ayat ini” karena ada hadits dari Bukhari Muslim yang melarang tentang hal itu.
B. ADAB BERDO’A
Para Ulama menjelaskan tentang adab dan etika dalam berdoa agar dikabulkan, sebagaimana tuntutan dalam al-Qur‘ân dan Hadis.
Al-Baghawi rahimahullah berkata: “Ada etika dan syarat-syarat dalam berdoa yang merupakan sebab dikabulkannya doa. Barangsiapa memenuhinya, maka dia akan mendapatkan apa yang diminta dan barangsiapa mengabaikannya, dialah orang yang melampaui batas dalam berdoa; sehingga doanya tidak berhak dikabulkan”.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Kedua ayat berikut mencakup adab-adab berdoa dengan kedua jenisnya (doa ibadah dan doa permohonan);
Iaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
” Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Janganlah kamu membuat kerosakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. [al-A‘raf/7:55-56] Dan Ibnu Katsîr rahimahullah membawakan sejumlah hadits-hadits yang berkaitan dengan adab-adab tersebut iaitu:
1. Mengangkat kedua tangan sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Salmân al-Fârisi Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ إِنَّ اللّهَ حَيِيٌ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
” Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha pemalu lagi Maha pemurah terhadap seorang hamba yang mengangkat kedua tangannya (berdoa), kemudian kedua tangannya kembali dengan kosong dan kehampaan (tidak dikabulkan).”
2. Memulakan doa dengan pujian terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian Salawat dan Salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, selanjutnya bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawasul yang disyariatkan, seperti dengan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan asma’ dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan amal shalih dan selainnya.
3. Bersangka baik terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diriwayatkan dalam sebuah hadis qudsi dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يَقُولُ اللَّه عَزَّوَجَلَّ : يَقُولُ أَنَّا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِيْ وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِيْ
” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Aku (akan) sebagaimana hamba-Ku menyangka tentang-Ku, dan Aku akan bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku”
al-Qurthûbi rahimahullah berkata: ” maknanya adalah hamba itu menyangka dikabulkannya doa, diterimanya taubat, diberikan ampun melalui istighfâr, serta menyangka dibalas dengan pahala atas ibadah yang dilakukan sesuai syarat-syaratnya sebagai keyakinan akan kebenaran janji Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. Menjauhi sikap tergesa-gesa mengharapkan terkabulnya doa; karena ketergesa-gesaan itu akan berakhir dengan sikap putus asa sehingga ia tidak lagi berdoa. Na‘ûdzubillâh.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُسْتَجَابُ لأَِحَدِكُم مَالَم يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَم يُتَجَبْ لِي
” Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahawa Rasulullah bersabda “ Akan dikabulkan (doa) seseorang di antara kalian selama dia tidak tergesa-gesa, iaitu dia berkata ‘aku telah berdoa namun belum dikabulkan bagiku’ “.
Dalam lafaz lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ لاَيَزَالُ يُستَجَابُ لِلعَبْدِ مَا لَم ْيَدْع ُبِإِثْم أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَالَمْ يَسْتَعْجِل قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الاِستِعْجَالُ قَالَ يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَم أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ
” Sentiasa akan dikabulkan (doa) seorang hamba selama tidak meminta sesuatu yang membawa dosa atau memutuskan tali kekeluargaan, selama dia tidak tergesa-gesa. Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah , apa yang dimaksud tergesa-gesa?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Dia berkata ‘aku telah berdoa, aku telah berdoa namun aku tidak pernah mendapatkan doaku dikabulkan’, kemudian ia berputus asa dan meninggalkan berdoa
5. Membersihkan jiwa raga dari berbagai kotoran dosa. Hati yang kotor dengan berbagai maksiat atau jiwa yang tidak bersih dari perkara haram akan menghalang terkabulnya doa.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيًّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَِ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّيسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَاأَيُّهَاالذِنيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَا كُمْ ثُمَّ دَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَارَبِّ يَارَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمََِشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامٌ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
” Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dan tidak menerima melainkan yang baik. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum Mukminin dengan apa yang telah diperintahkannya kepada para rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai para rasul makanlah kalian dari yang baik dan beramal solehlah, sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.”



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Para Ulama bersepakat mengenai beberapa adab atau etika dalam membaca kitab al-Quran. Di dalam al-Quran surat al A'raaf ayat 204, Allah berfirman “… dan apabila dibacakan al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” Jadi, ketika membaca al-Quran harus dengan adab agar mendatangkan rahmat dari Allah. Adab-adab yang dimaksudkan antara lain:
1.      Membersihkan mulut dengan bersiwak sebelum membaca al-Quran;
2.      Membaca al-Quran di tempat yang bersih seperti masjid, dan sebagainya;
3.      Menghadap kiblat;
4.      Membaca ta'awudz (A'udzu billahi minas-syaithonirrajiim) ketika mulai;
5.      Membaca basmalah (Bismillahirrahmaanirrahiim) di permulaan tiap surat kecuali surat at Taubah;
6.      Khusu' dan teliti pada setiap ayat yang dibaca;
7.      Memperindah, melagukan dan memerdukan suara dalam membaca al-Quran;
8.      Pelan dan tidak tergesa-gesa dalam membaca al-Quran;

Ada etika dan syarat-syarat dalam berdoa yang merupakan sebab dikabulkannya doa. Barangsiapa memenuhinya, maka dia akan mendapatkan apa yang diminta dan barangsiapa mengabaikannya, dialah orang yang melampaui batas dalam berdoa; sehingga doanya tidak berhak dikabulkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA  BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki sejarah yang panjang mengenai kerajaan-ker...