Minggu, 26 April 2015

MAKALAH SHALAT QASHAR DAN SHALAT JAMA'



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tujuan manusia diciptakan oleh Allah adalah hanya untuk beribadah kepada Allah, salah satu bentuk beribadah kepada Allah adalah dengan cara mendirikan shalat. Dalam mendirikan shalat setiap muslim diwajibkan untuk memenuhi rukun shalat dan melakukannya sesuai dengan waktunya yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Sesuai dengan Firman Allah QS An-Nisa ayat 103. Berbeda halnya jika kita sedang berpergian jauh dan mengalami kesulitan untuk mendirikan sholat fardhu tepat pada waktunya maka Allah telah meringankan kewajiban kita dengan cara menjama’ dan menqashar sholat fardhu. Karena Islam adalah agama yang tidak memberatkan bagi para umatnya.
Disinilah muncul permasalahan-permasalahan diantaranya adalah tentang hukum dari jama’ dan qashar, sebab-sebab diperbolehkannya melakukan jama’ dan qashar, dan juga cara melakukan sholat jama’ qashar itu sendiri baik di kalangan para ulama fiqh dan para masyarakat. Ada yang memandanganya lebih baik menyempurnakan shalat walaupun sedang berpergian. Ada juga yang memandang bahwa jama’ dan qhasar itu wajib dilaksanakan dan tidak boleh menyempurnakan shalat. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat tentang shalat jama’ dan qashar.
Jika melihat kenyataan bahwa banyak sekali perbedaan-perbedaan yang muncul baik di kalangan masyarakat ataupun di kalangan ulama’-ulama’ fiqh, maka kami akan menguraikan perbedaan-perbedaan tersebut dalam makalah kami berikut ini.
B.     Rumusan Masalah
         ·            Mengetahui pengertian Shalat Jama’ dan Qashar
         ·            Dasar-dasar hukum shalat jama’ dan qashar
         ·            Mengetahui syarat sah shalat qashar
         ·            Tata cara pelaksanaan shalat jama’ dan qashar

BAB II
PEMBAHASAN
SHALAT QASHAR DAN JAMA’

A.    Pengertian Jama’ dan Qashar
Shalat jama’ maksudnya melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu. Seperti melakukan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur dan itu dinamakan Jama’ Taqdim, atau melakukannya di waktu Ashar dan dinamakan Jama’ Takhir. Dan melaksanakan shalat Magrib dan shalat Isya’ bersamaan di waktu Magrib atau melaksanakannya di waktu Isya’.
Jadi shalat yang boleh dijama’ adalah semua shalat Fardhu kecuali shalat Shubuh. Shalat shubuh harus dilakukan pada waktunya, tidak boleh dijama’ dengan shalat Isya’ atau shalat Dhuhur.
Sedangkan shalat Qashar maksudnya meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Seperti shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’. Sedangkan shalat Magrib dan shalat Shubuh tidak bisa diqashar.
B.     Pengertian dan Dasar Hukum
1. Pengertian Shalat Jama’ dan Dasar Hukumnya
Shalat Jama’ artinya menggabungkan 2 salat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu. Hal ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana sabdanya:


 “… kemudian Beliau turun, lalu menjama’ kedua salat tersebut….” (H.R. Bukhari dan Muslim).


2. Macam-macam Shalat Jama’
Shalat yang bisa dijama’ adalah Salat Zhuhur dengan Ashar, dan salat Maghrib dengan Isya. Adapun shalat jama’ dibagi kedalam 2 macam, yaitu:
-        Jama’ taqdim, yaitu melaksanakan 2 salat fardhu dalam 1 waktu dan dilakukan pada waktu salat pertama. Contoh: Salat Zhuhur dan Ashar dijama’, dan dikerjakan pada waktu Zhuhur.
-        Jama’ takhir, yaitu salat jama’ yang dilakukan pada waktu salat yang kedua. Contoh: Salat Maghrib dan Isya dijama’, dan dikerjakan pada waktu Isya.
3. Pengertian Shalat Qashar dan Dasar Hukumnya
Shalat Qashar adalah memendekkan/meringkas pelaksanaan salat fardhu yang semestinya 4 raka’at menjadi 2 raka’at. Adapun dalil naqlinya, sebagaimana firman Allah:
Artinya: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa mengqasar salatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” (QS. An-Nisa: 101)
Dari ‘Aisyah ra berkata : “Awal diwajibkan salat adalah dua rakaat, kemudian ditetapkan bagi salat safar dan disempurnakan ( 4 rakaat) bagi salat hadhar (tidak safar).” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dari ‘Aisyah ra berkata: “Diwajibkan salat 2 rakaat kemudian Nabi hijrah, maka diwajibkan 4 rakaat dan dibiarkan salat safar seperti semula (2 rakaat).” (HR Bukhari) Dalam riwayat Imam Ahmad menambahkan : “Kecuali Maghrib, karena Maghrib adalah salat witir di siang hari dan salat Subuh agar memanjangkan bacaan di dua rakaat tersebut.”
C.    Syarat Sah Shalat Qashar
a)      Jarak yang ditempuh telah mencapai dua marhalah atau enam belas farsakh (empat puluh delapan mil). Ibnu Abdul Bar mengatakan bahwa: 1 mil setara dengan 3.500 dziro’, 1 dziro’ sama dengan 48 cm. Jadi, dapat diketahui bahwa perjalanan yang diperbolehkan mengqashar shalat adalah 80,64 km.
b)      Mengetahui diperbolehkannya mengqashar shalat.         
c)      Bepergian tidak untuk tujuan maksiat.
d)     Bepergian dengan tujuan daerah tertentu, sehingga seorang musafir yang tidak mempunyai tujuan daerah tertentu, tidah diperbolehkan qashar shalat.
e)      Selalu menjaga kemantapan niat selama shalat berlangsung. Sehingga apabila saat melakukan shalat qashar muncul keragu-raguan, apakah meneruskan shalat dengan qashar atau dengan menyempurnakan, maka ia harus menyempurnakan shalat menjadi empat raka’at.
f)       Tidak bermakmum kepada orang yang menyempurnakan shalat.
g)      Dalam keadaan bepergian sampai selesai mengerjakan shalat.
h)      Telah melewati batas desa atau dusunnya.
i)        Menurut mazhab Hanafi syarat qashar adalah 107,5 km ditambah 20 meter, Menurut ketiga mazhab lainnya (Maliki, Syafi’i dan Hambali) syarat qashar adalah 80,5 km ditambah 140 meter.
Menurut Imamiyah syarat qashar adalah 40 km ditambah 320 meter.
j)        Tidak boleh meng-qashar shalat kecuali bila sudah meninggalkan bangunan kota (tugu batas). Demikian pendapat empat mazhab. Sedangkan Imamiyah berpendapat hal itu masih cukup, tetapi harus benar-benar jauh dari bangunan kota.
k)      Perjalanan itu haruslah perjalanan yang mubah. Seluruh ulama kecuali Hanafi sepakat bila perjalanan tersebut adalah perjalanan haram (misalnya untuk mencuri), maka qashar tidak boleh dilakukan.
l)        Tidak boleh berniat akan menetap selama lima belas hari berturut-turut, demikian menurut mazhab Hanafi. Atau sepuluh hari menurut Imamiyah, atau empat hari menurut Maliki dan Syafi’i, atau masa wajib atasnya lebih dari dua puluh shalat menurut Hambali.
m)    Menurut Hambali dan Imamiyah, pekerjaan musafir itu menuntut untuk tidak sering bepergian. Pada mazhab yang lainnya, pendapat ini tidak ada.
n)      Mazhab Imamiyah mengatakan rumah tinggalnya harus berbeda dengan golongan yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, yang selalu berpindah tempat.
o)      Hanafi, Hambali dan Maliki mengatakan: jika seorang musafir pulang dari perjalanannya dan bermaksud kembali ke tempat ia berangkat dari perjalanannya, maka dalam hal ini harus diperhatikan, jika ia melakukan sebelum menempuh jarak qashar, maka batallah perjalanannya, dan wajib atasnya menyempurnakan shalat. Dan jika ia telah menempuh jarak yang telah ditetapkan syara’, maka ia boleh meng-qashar hingga kembali ke negerinya. Sedangkan Syafi’i mengatakan: bilamana terlintas dalam benaknya hendak kembali di tengah-tengah perjalanannya, maka ia harus menyempurnakan shalatnya. Imamiyah mengatakan: jika seseorang bermaksud membatalkan perjalanannya atau merasa bimbang sebelum menempuh jarak yang mewajibkannya qashar, maka ia wajib menyempurnakan shalatnya. Tetapi kalau ia sudah menempuh jarak qashar, maka ia wajib meng-qashar shalatnya. Kelangsungan niat safar itu termasuk syarat selama belum menempuh jarak yang ditetapkan. Apabila jarak qashar itu sudah ditempuh, maka tidak tergantung lagi pada niat. Seluruh ulama sepakat bahwa semua syarat yang ditetapkan untuk qashar, menjadi syarat pula bagi bolehnya membatalkan puasa. Imamiyah mengatakan: orang yang berbuka, wajib qashar, orang yang meng-qashar wajib berbuka.

D.    Cara Pelaksanaan Shalat Qashar Dan Jama’
1. Cara Mengerjakan Shalat Qashar
            Cara mengerjakan shalat qashar seperti shalat biasa, perbedaannya dalam niat, yaitu harus dengan niat qashar dan dikerjakan dengan meringkas shalat yang empat raka’at menjadi dua raka’at.
2. Cara Mengerjakan Shalat Jama’
a)      Jama’ Taqdim
Seseorang yang akan melaksanakan shalat jama’ taqdim Zhuhur dan Ashar, terlebih dahulu mengerjakan shalat zhuhur pada waktu zhuhur dengan niat jama’ taqdim. Setelah selesai shalat zhuhur, kemudian mengerjakan shalat ashar. Demikian juga orang yang akan mengerjakan shalat jama’ taqdim maghrib dan isya, terlebih dahulu mengerjakan shalat maghrib pada waktu maghrib dengan niat Jama’ Taqdim. Setelah selesai shalat maghrib, kemudian mengerjakan shalat Isya.
b)      Jama Ta’khir
Cara mengerjakan  shalat jama’ ta’khir sama dengan cara mengerjakan shalat jama’ taqdim. Perbedaannya terletak pada waktu Ashar atau Isya. Seseorang yang akan mengerjakan Jama’ Ta’khir Zhuhur dan Ashar pada waktu Ashar  dengan niat Jama’ Ta’khir. Atau seseorang yang akan mengerjakan Jama’ Ta’khir maghrib dengan Isya pada waktu Isya dengan niat Jama’ Ta’khir.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menjamak dan mengqasar shalat adalah Rukhshah atau keringanan yang diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan. Rukhshah ini merupakan shadakah dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima dengan penuh ketawadlu’an, namun jika tidak ada musyafir yang mengqasar shalatnya tetap sah. Hanya saja kurang sesuai dengan sunah Nabi SAW, karena Nabi Saw selalu menjama’ dan mengqashar shalatnya ketika bebergian.
Shalat Jama’ ialah shalat yang dikumpulkan. Artinya dua shalat fardhu dikerjakan pada satu waktu, misal shalat zhuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu zhuhur atau pada waktu ashar.
Shalat Qashar ialah shalat yang diringkas. Artinya, shalat fardhu yang empat raka’at diringkas menjadi dua raka’at. Shalat yang dapat diqashar ialah shalat Zhuhur, Ashar, dan Isya. Shalat Maghrib dan Shalat Shubuh tidak boleh di qashar.




DAFTAR PUSTAKA
 http://berjamaah.com/shalat-jama-dan-qashar.html (diakses tanggal 18 Mei 2012)

Bottom of Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA  BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki sejarah yang panjang mengenai kerajaan-ker...