MAKALAH
DINASTI AL-AYYUBIYAH
SEJARAH BERDIRINYA DINASTI AL-AYYUBIYAH
Bani Ayyubiyah merupakan keturunan
Ayyub suku Kurdi. Pendiri dinasti ini adalah Salahuddin Yusuf al-Ayyubi putra
dari Najamuddin bin Ayyub. Pada masa Nuruddin Zanki (Gubernur Suriah dari bani
Abbasiyah), Salahuddin diangkat sebagai kepala garnisum di Balbek.
Kehidupan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi
penuh dengan perjuangan dan peperangan. Semua itu dilakukan dalam rangka
menunaikan tugas negara untuk memadamkan sebuah pemberontakan dan juga dalam
menghadapi tentara salib.
Perang yang dilakukannya dalam rangka
untuk mempertahankan dan membela agama. Selain itu Salahuddin Yusuf al-Ayyubi
juga seorang yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap umat agama lain, hal
ini terbukti:
- Ketika beliau menguasai Iskandariyah ia tetap mengunjungi orang-orang kristen
- Ketika perdamaian tercapai dengan tentara salib, ia mengijinkan orang-orang kristen berziarah ke Baitul Makdis.
Keberhasilan beliau sebagai tentara
mulai terlihat ketika ia mendampingi pamannya Asaduddin Syirkuh yang mendapat
tugas dari Nuruddin Zanki untuk membantu Bani Fatimiyah di Mesir yang perdana
menterinya diserang oleh Dirgam. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berhasil
mengalahkan Dirgam, sehingga beliau dan pamannya mendapat hadiah dari Perdana
Menteri berupa sepertiga pajak tanah Mesir. Akhirnya Perdana Menteri Syawar
berhasil menduduki kembali jabatannya pada tahun 1164 M.
Tiga tahun kemudian, Salahuddin Yusuf
al-Ayyubi kembali menyertai pamannya ke Mesir. Hal ini dilakukan karena Perdana
Menteri Syawar bersekutu/ bekerjasama dengan Amauri yaitu seorang panglima
perang tentara salib yang dulu pernah membantu Dirgam. Maka terjadilah
peperangan yang sangat sengit antara pasukan Salahuddin dan pasukan Syawar yang
dibantu oleh Amauri. Dalam. Dalam peperangan tersebut pasukan Salahuddin
berhasil menduduki Iskandariyah, tetapi ia dikepunt dari darat dan laut oleh
tentara salib yang dipimpin oleh Amauri. Akhirnya peperangan ini berakhir
dengan perjanjian damai pada bulah Agustus 1167 M, yang isinya adalah sebagai
berikut:
- Pertukaran tawanan perang
- Salahuddin Yusuf al-Ayyubi harus kembali ke Suriah
- Amauri harus kembali ke Yerusalem
- kota Iskandariyah diserahkan kembali kepada Syawar.
Pada tahun 1169, tentara salib yang
dipimpin oleh Amauri melanggar perjanjian damai yang disepakati dahulu yaitu
Dia menyerang Mesir dan bermaksud untuk menguasainya. Hal itu tentu saja sangat
membahayakan keadaan umat islam di Mesir, karena:
- Mereka banyak membunuh rakyat di Mesir
- Mereka berusaha menurunkan Khalifah al-Adid dari jabatannya
Khalifah al-Addid mengangkat Asaduddin
Syirkuh sebagai Perdana Menteri Mesir pada tahun 1169 M. ini merupakan pertama
kalinya keluarga al-Ayyubi menjadi Perdana Menteri, tetapi sayang beliau
menjadi Perdana Menteri hanya dua bulan karena meninggal dunia. Khalifal
al-Adid akhirnya mengangkat Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menjadi Perdana Menteri
menggantikan pamannya Asaduddin Syirkuh dalam usia 32 tahun. Sebagai Perdana
Menteri beliau mendapati gelah al-Malik an-Nasir artinya penguasa yang bijaksana.
Setelah Khalifah al-Adid (Khalifah
Dinasti Fatimah) yang terakhir wafat pada tahun 1171 M, Salahuddin Yusuf
al-Ayyubi berkuasa penyh untuk menjalankan peran keagamaan dan politik. Maka
sejak saat itulah Dinasti Ayyubiyah mulai berkuasa hingga sekitar 75 tahun
lamanya.
MASA PEMERINTAHAN DINASTI AL AYYUBIYAH
Penguasa-penguasa Dinasti Al-Ayyubiah
Selama lebih kurang 75 tahun dinasti
Al-Ayyubiyah berkuasa, terdapat 9 orang penguasa yakni sebagai berikut:
- Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M)
- Malik Al-Aziz Imaduddin (1193-1198 M)
- Malik Al-Mansur Nasiruddin (1198-1200 M)
- Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)
- Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
- Malik Al-Adil Sifuddin, pemerintahan II (1238-1240 M)
- Malik As-Saleh Najmuddin (1240-1249 M)
- Malik Al-Mu’azzam Turansyah (1249-1250 M)
- Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (1250-1252 M)
Dalam uraian berikut akan dibahas
mengenai penguasa-penguasa yang menonjol, yaitu:
- Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M)
- Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)
- Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
1. Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi
(1171-1193 M)
Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi tidak hanya
dikenal sebagai seorang panglima perang yang gagah berani dan ditakuti, akan
tetapi lebih dari itu, beliau adalah seorang yang sangat memperhatikan kemajuan
pendidikan. Salah satu karya monumental yang disumbangkannya selama beliau
menjabat sebagai sultan adalah bangunan sebuah benteng pertahanan yang diberi
nama Qal’atul Jabal yang dibangun di Kairo pada tahun 1183 M.
Selain itu beliau juga merupakan salah
seorang Sultan dari dinasti Ayyubiyah yang memiliki kemampuan memimpin. Hal ini
diketahui dari cara Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi dalam mengangkat para
pembantunya (Wazir) yang terdiri dari orang-orang cerdas dan terdidik. Mereka
antara lain seperti Al-Qadhi Al-Fadhil dan Al-Katib Al-Isfahani. Sementara itu
sekretaris pribadinya bernama Bahruddin bin Syadad, yang kemudian dikenal
sebagai penulis Biografinya.
Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi tidak
membuat suatu kekuasaan yang terpusat di Mesir. Beliau justru membagi wilayak
kekuasaannya kepada saudara-saudara dan keturunannya. Hal ini mengakibatkan
munculnya beberapa cabang dinast Ayyubiyah berikut ini:
- Kesultanan Ayyubiyah di Mesir
- Kesultanan Ayyubiyah di Damaskus
- Keamiran Ayyubiyah di Aleppo
- Kesultanan Ayyubiyah di Hamah
- Kesultanan Ayyubiyah di Homs
- Kesultanan Ayyubiyah di Mayyafaiqin
- Kesultanan Ayyubiyah di Sinjar
- Kesultanan Ayyubiyah di Hisn Kayfa
- Kesultanan Ayyubiyah di Yaman
- Keamiran Ayyubiyah di Kerak
Salahuddin Yusuf al-Ayyubi dianggap
sebagai pembaharu di Mesir karena dapat mengembalikan mazhab sunni. Melihat
keberhasilannya itu Khlaifah al-Mustadi dari Bani Abbasiyah memberi gelar
kepadanya al-Mu’izz li Amiiril mu’miniin (penguasa yang mulia). Khalifah
al-Mustadi juga memberikan Mesir, an-Naubah, Yaman, Tripoli, Suriah dan Maghrib
sebagai wilayah kekuasaan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi pada tahun 1175 M. sejak
saat itulah Salahuddin dianggap sebagai Sultanul Islam Wal Muslimiin (Pemimpin
umat ilam dan kaum muslimin).
Di antara orang-orang yang iri dan
melakukan pemberontakan terhadap Salahuddi Yusuf al-Ayyubi adalah sebagai
berikut:
- Pemberontakan yang dilakukan Nuruddin Zanki, ia memberontak karena kebesaran namanya tersaingi oleh Salahuddin Yusuf al-Ayyubi
- Pemberontakan yang dilakukan Hijab (Kepala rumah tangga Khalifah al-Adid), ia memberontak karena merasa hak-haknya banyak dikurangi.
- Pemberontakan yang dilakukan oleh kaum Asassin yang dipimpin oleh Syakh Sinan karena merasa tersaingi.
- Pemberontakan yang dilakukan Zanki, kelompok ini merupakan permbela Al-Malik as-Salih yang bersekongkol dengan al-Gazi (penguasa Mosul dan paman Malik as-Salih Ismail) yang beusaha menjatuhkan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi karena merasa tersaingi.
Perang melawan tentara salib yang
pertama adalah melawan Amalric 1, taja Yerusalem, yang kedua melawan Baldwin IV
(putra Amalric 1), yang ketiga melawan Raynald de Chatillon (penguasa benteng
Karak di sebelah tidur laut mati), yang keempat melawan Raja Baldwin V sehingga
kota-kota seperti Teberias, Nasirah, Samaria, Suweida, Beirut, Batrun, Akra,
Ramalah, Gaza Hebron dan Baitul Maqdis berhasil dikuasai oleh Salahuddin Yusuf
al-Ayyubi.
Selain Clement III, para penguasa
Eropa yang membantu dalam perang melawan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi adalah:
- Philip II, Raja Prancis
- Rivhard I, The Lion Heart (Hati Singa), Raja Inggris
- William, raja Sisilia
- Frederick Barbafossa, Kaisar Jerman
Setelah perang melawan tentara salib
selesai, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memindahkan pusat pemerintahannya dari
Mesir ke Damaskus, dan dia meninggal di sana pada tahun 1193 M dalam usia 57
tahun.
2. Malik Al-Adil Saifuddin,
pemerintahan I (1200-1218 M)
Sering dipanggil Al-Adil nama
lengkapnya adalah al-Malik al-Adil saifuddin Abu Bakar bin Ayyub. Dari nama
Sifuddin inilah tentara salib memberi julukan Saphadin. Beliau putra Najmuddin
Ayyub yang merupakan saudara muda Salahuddin Yusuf al-Ayyubi.
Setelah kematian Salahuddin, Ia
menghadapi pemberontakan dari Izzuddin di Mosul. Ia juga menentukan siapa yang
berhak menjadi penguasa ketika terjadi perselisihan diantara anak-anak
Salahuddin Yusuf al-Ayyubi yaitu al-Aziz dan al-Afdal. Setelah kematian
al-Aziz. al-Afdal berusaha meduduki jabatan Sultan, akan tetapi al-Adil
beranggapan al-Afdal tidak pantas menjadi Sulatan. Akhirnya terjadilah peperangan
antara keduanya, al-Adil nberhasil mengalahkan al-Afdal dan beliau menjadi
Sultan di Damaskus.
Al-Adil merupakan seorang pemimpin
pemerintahan danpengatur strategi yang berbakat dan efektif.
3. Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238
M)
Nama lengkap al-Kamil adalah al-Malik
al-Kamil Nasruddin Abu al-Maali Muhammad. Selain dipuja karena mengalahkan dua
kali pasukan salib ia juga dicaci maki karena menyerahkan kembali kota
Yerusalem kepada orang Kristen.
Al-Kamil adalah putra dari al-Adil.
Pada tahun 1218 al-Kamil memimpin pertahanan menghdapi pasukan salib yang
mengepung kota Dimyat (Damietta) dan kemudian menjadi Sulatan sepeninggal
ayahnya. Pada tahun 1219, Ia hampir kehilangan takhtanya karena konserpasi kaum
kristen koptik. Al-Kamil kemudian pergi ke Yaman untuk menghindari konspirasi
itu, akhirnya konspirasi itu berhasil dipadamkan oleh saudaranya bernama
al-Mu’azzam yang menjabat sebagai gubernur Suriah.
Pada bulan Februari tahun 1229 M,
al-Kamil menyepakati perdamaian selama 10 tahun denga Federick II, yang
berisi antara lain:
- Ia mngembalikan Yerusalem dan kota-kota suci lainnya kepada pasukan salib
- Kaum muslimin dan yahudi dilarang memalsuki kota itu kecuali disekitar Masjidil Aqsa dan Majid Umar.
Al-Kamil meninggal dunia pada tahun
1238 M. Kedudukannya sebagai Sulta
n digantikan oleh Salih al-Ayyubi.SALAHUDDIN AL AYYUBI, SULTAN PARA KSATRIA
Salahuddin lahir di Tikrit, di tepi
Sungai Tigris Iraq pada tahun 1137. Keluarganya berasal dari suku Kurdi. Ia
dibesarkan di sebuah keluarga birokrat terpandang di kekhalifahan Islam di
Iraq. Sultan Zengi di Syria menunjuk ayahnya yang piawai di pemerintahan dan
diplomasi sebagai gubernur kota Baalbek.
Bernama asli Salah al
Din Abu Muzaffir Yusuf ibnu Ayyub ibnu Shadi, Salahuddin menghabiskan masa
kecilnya di Baalbek dan Damascus. Saat ia berusia enam tahun, bangsa Muslim
sedang dalam masa peperangan dengan bangsa Nashrani. Meski situasi tak menentu,
ia tetap ditempa ayahnya untuk menguasai sastra, ilmu kalam, menghafal Al Quran
dan ilmu hadits di madrasah.
Di abad pertengahan, harapan untuk
hidup termasuk kecil dan kaum muda diberikan tanggung jawab besar sejak usia
dini. Pada usia 14 tahun, Salahuddin telah menikah dan ditarik pamannya,
Shirkuh yang menjabat sebagai komandan militer senior di kota Aleppo ke dalam
divisi militernya.
Dunia kemiliteran semakin diakrabinya
setelah Sultan Nuruddin menempatkan ayahnya sebagai kepala divisi milisi di
Damascus. Pada umur 26 tahun, Salahuddin menjadi asisten pamannya dalam
memimpin pasukan muslimin yang berhasil memukul mundur pasukan salib dari
perbatasan Mesir dan Aleppo.
Berada di lingkar pusat militer
membuat Salahuddi menyaksikan bagaimana kebijakan strategis politik terhadap
pasukan salib diputuskan pihak kekhalifahan. Bakat kepemimpinan dan militernya
diendus oleh Sultan Nuruddin. Pada tahun 1169 ia diangkat sebagai wazir atau
panglima gubernur menggantikan pamannya.
Meski memiliki ayah dan paman yang
telah makan asam garam, mentor utama Salahuddin justru Sultan Nuruddin. Sultan
Nuruddin adalah penguasa Muslim pertama yang melihat jihad terhadap pasukan
salib dapat berhasil jika bangsa Muslim bersatu.
Tiga tahun kemudian, ia menjadi
penguasa Mesir dan Syria menggantikan Sultan Nuruddin yang wafat. Suksesi yang
ia lakukan sangat terhormat, yaitu dengan menikahi janda mendiang Sultan demi
menghormati keluarga dinasti sebelumnya. Ia memulai dengan revitalisasi
ekonomi, reorganisasi militer, dan menaklukan Negara-negara muslim kecil untuk
dipersatukan melawan pasukan salib.
Impian bersatunya bangsa muslim
tercapai setelah pada September 1174, Salahuddin berhasil menundukkan Dinasti
Fatimiyah di Mesir untuk patuh pada kekhalifahan Abbasiyah di Bagdad. Dinasti
Ayyubiyah akhirnya berdiri di Mesir menggantikan dinasti sebelumnya yang
bermazhab syiah.
Pada usia 45 tahun, Salahuddin telah
menjadi orang paling berpengaruh di dunia Islam. Selama kurun waktu 12 tahun,
ia berhasil mempersatukan Mesopotamia, Mesir, Libya, Tunisia, wilayah barat
jazirah Arab dan Yaman di bawah kekhalifahan Ayyubiyah. Kota Damascus di Syria
menjadi pusat pemerintahannya.
Kota Yerussalem tetap menjadi target
utama Salahuddin. Namun ia berusaha berhati-hati dalam mengambil keputusan
mengenai kota suci yang dikuasai bangsa Nashrani ini. Ia belajar dari
kekalahannya di pertempuran Montgisard oleh pasukan gabungan Raja Baldwin IV
Yerussalem, Raynald of Chatillon dan Ksatria Templar di tahun 1177. Hanya
sepersepuluh saja dari pasukannya yang berhasil pulang ke Mesir.
Perjanjian damai sempat disepakati
antara Salahuddin dan Raja Baldwin IV. Namun sebuah insiden memaksa Salahuddin
untuk menggelar kembali misi perebutan Yerussalem. Ini di picu oleh aksi
penyerangan Raynald of Chatillon terhadap rombongan pedagang dan peziarah haji
yang melintasi wilayah Palestina secara membabi buta. Seorang adik perempuan
Salahuddin menjadi korban penyerangan ini.
KEMAJUAN-KEAMAJUAN PADA MASA DINASTI AYYUBIYAH
Sebagaimana dinasti-dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah
pun mencapai kemajuan yang gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan
bersejarah. Kemajuan-kemajuan itu mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah
:
1. Bidang Arsitektur dan Pendidikan
Penguasa Ayyubiyah telah berhasil
menjadikan Damaskus sebagai kota pendidikan. Ini ditandai dengan dibangunnya
Madrasah al–Shauhiyyah tahun 1239 M sebagai pusat pengajaran empat madzhab
hukum dalam sebuah lembaga Madrasah. Dibangunnya Dar al Hadist al-Kamillah juga
dibangun (1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok hukum yang secara umum terdapat
diberbagai madzhab hukum sunni. Sedangkan dalam bidang arsitek dapat dilihat
pada monumen Bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut yang mirip gereja, serta
istana-istana yang dibangun menyerupai gereja. Shalahuddin juga membangun
benteng setelah menyadari bahwa ancaman pasukan salib akan terus menghantui,
maka tugas utama dia adalah mengamankan Kairo dan sekitarnya (Fustat).
Penasihat militernya saat itu mengatakan bahwa Kairo dan Fustat masing-masing
membutuhkan benteng pertahanan, tapi Shalahuddin memiliki ide brilian, bahwa
dia akan membangun benteng strategis yang melindungi secara total kotanya.
Selanjutnya, dia memerintahkan untuk membangun benteng kokoh dan besar diatas
bukit Muqattam yang melindungi dua kota sekaligus Kairo dan Fustat. Proyek
besar Citadel dimulai pada 1176 M dibawah Amir Bahauddin Qaraqush. Shalahuddin
juga membangun dinding yang memagari Kairo sebagai kota residen bani
Fatimiyyah, sekaligus juga memagari benteng kebesarannya serta Qata’i-al Fustat
yang saat itu merupakan pusat ekonomi Kairo terbesar.
2. Bidang Filsafat dan Keilmuan
Bukti konkritnya adalah Adelasd of Bath
yang telah diterjemahkan, karya-karya orang Arab tentang astronomi dan
geometri, penerjemahan bidang kedokteran. Di bidang kedokteran ini telah
didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
3. Bidang Industri
Kemajuan di bidang ini dibuktikan
dengan dibuatnya kincir oleh seorang Syiria yang lebih canggih dibanding buatan
orang Barat. Terdapat pabrik karpet, pabrik kain dan pabrik gelas.
4. Bidang Perdagangan
Bidang ini membawa pengaruh bagi Eropa
dan negara–negara yang dikuasai Ayyubiyah. Di Eropa terdapat perdagangan
agriculture dan industri. Hal ini menimbulkan perdagangan internasional melalui
jalur laut, sejak saat itu Dunia ekonomi dan perdagangan sudah menggunakan
sistem kredit, bank, termasuk Letter of Credit (LC), bahkan ketika itu sudah
ada uang yang terbuat dari emas.
5. Bidang Militer
Selain memiliki alat-alat perang
seperti kuda, pedang, panah, dan sebagainya, ia juga memiliki burung elang
sebagai kepala burung-burung dalam peperangan. Disamping itu, adanya perang
Salib telah membawa dampak positif, keuntungan dibidang industri, perdagangan,
dan intelektual, misalnya dengan adanya irigasi.
RUNTUHNYA DINASTI AL AYYUBIYAH
Runtuhnya
Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa pemerintahan Sultan As-Salih. Setelah
As-Salih meniggal pada tahun 1249 M, kaum Mamluk mengangkati estri As-Salih,
Syajaratud Durr sebagai Sultanah. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan
Dinasti Ayyubiah di Mesir. Medkipun demikian dinasti Ayyubiyah masih berkuasa
di Suriah. Pada tahun 1260 M. tentara Mongol hendak menyerbu Mesir. Komando
tentara Islam dipegang oleh Qutuz, panglima perang Mamluk. Dalam pertempuran di
Ain Jalut, Qutuz berhasil mengalahkan tentara Mongol dengan gemilang.
Selanjutnya, Qutuz mengambil alih Kekuasaan Dinasti Ayyubiyah. Sejak itu, berakhirlah
kekuasaan Dinasti Ayyubiyah.
dhibahkan oleh : adhek bakar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar