Jumat, 16 Januari 2015

BIOGRAFI SALAHUDDIN AL-AYUBBI



BIOGRAFI SALAHUDDIN AL-AYUBBI
Data lengkap tentang King Salahudin Al-Ayubi
Memerintah 1174 M. – 4 Maret-1193 M.
Dinobatkan 1174 M.
Nama lengkap Yusuf Ayyubi
Lahir 1138 M. di Tikrit, Iraq
Meninggal 4 Maret-1193 M. di Damaskus, Syria
Dimakamkan Masjid Umayyah, Damaskus, Syria
Pendahulu Nuruddin Zengi
Pengganti Al-Aziz
Dinasti Ayyubid
Ayah Najmuddin Ayyub
Selain dikagumi Muslim, Shalahuddin atau Saladin/salahadin mendapat reputasi besar di kaum Kristen Eropa, kisah perang dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah satunya adalah The Talisman (1825) karya Walter Scott.

Masa lalu memang tidak mudah pergi meskipun kita seperti tak ingin menengoknya. Bahkan di salah satu tembok Masjid Umayyah yang dulu adalah Katedral Yahya Pembaptis yang dipermak jadi masjid yang indah di tahun 700-an itu, seorang sejarawan masih menemukan sisa inskripsi ini: "Kerajaan-Mu, ya, Kristus, adalah kerajaan abadi...."
Tapi jika masa lalu tak mudah pergi, dari bagian manakah dari Saladin yang akan datang kepada kita kini? Dari ruang makamnya yang kusam, mitos apa yang akan kita teruskan? Kisah Saladin adalah kisah peperangan. Dari zamannya kita dengar cerita dahsyat bagaimana agama-agama telah menunjukkan kemampuannya untuk memberi inspirasi keberanian dan ilham pengorbanan - yang kalau perlu dalam bentuk pembunuhan.
Tapi sebagian besar kisah Saladin - yang tersebar baik di Barat maupun di Timur dari sejarah Perang Salib yang panjang di abad ke- 12 itu - adalah juga cerita tentang seorang yang pemberani dalam pertempuran, yang sebenarnya tak ingin menumpahkan darah. Saladin merebut Jerusalem kembali di musim panas 1187. Tapi menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa Kristen kota itu untuk menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat. Dan ketika pasukan Kristen itu akhirnya kalah juga, yang dilakukan Saladin bukanlah menjadikan penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan sebagian besar mereka, tanpa dendam, meskipun dulu, di tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar."Anakku," konon begitulah pesan Sultan itu kepada anaknya, az-Zahir, menjelang wafat, "...Jangan tumpahkan darah... sebab darah yang terpercik tak akan tertidur."
Dalam hidupnya yang cuma 55 tahun, ikhtiar itulah yang tampaknya dilakukan Saladin. Meskipun tak selamanya ia tanpa cacat, meskipun ia tak jarang memerintahkan pembunuhan, kita toh tahu, bagaimana pemimpin pasukan Islam itu bersikap baik kepada Raja Richard Berhati Singa yang datang dari Inggris untuk mengalahkannya. Ketika Richard sakit dalam pertempuran, Saladin mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter. Lalu perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan pesta diadakan dengan pelbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.


Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa melahirkan orang sebaik itu. Terutama ketika orang hanya mencoba menghidupkan kembali apa yang gagah berani dari abad ke- 12 tapi meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah zaman yang penuh peperangan. Tapi pentingkah sebenarnya masa silam?
Dari makam telantar orang Kurdi yang besar itu, suatu hari di tahun 1970-an, saya kembali ke pusat Damaskus, lewat lorong bazar yang sibuk di depan Masjid Umayyah. Kota itu riuh, keriuhan yang mungkin tanpa sejarah.Shalahuddin Al-Ayubi terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangi.
Salahudin Al-Ayubi atau tepatnya Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau Saladin/salahadin (menurut lafal orang Barat) adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh (sejarah) Islam. Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud atau maulid, berasal dari kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada istilah ulang tahun. Berbagai perayaan ulang tahun di kalangan/organisasi muslim sering disebut sebagai milad atau miladiyah, meskipun maksudnya adalah ulang tahun menurut penanggalan kalender Masehi.

Selain belajar Islam, Shalahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya Shalahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid (turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).


Dinobatkannya Shalahuddin menjadi sultan Mesir membuat kejanggalan bagi anaknya Nuruddin, Shalih Ismail. Hingga setelah tahun 1174 Nuruddin meninggal dunia, Shalih Ismail bersengketa soal garis keturunan terhadap hak kekhalifahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan Shalahuddin berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Sholahuddin. Shalih Ismail terpaksa menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh pada tahun 1181. Shalahuddin memimpin Syria sekaligus Mesir serta mengembalikan Islam di Mesir kembali kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.



USAHA-USAHA SALAHUDDIN AL-AYYUBI DALAM MENDIRIKAN DINASTI AYYUBIYAH
Perjalanan politik Slauddin Al-Ayyubi dimulai dari masa muda yang selalu ikut berperang mendampingi ayahnya bernama Najmuddin bin Ayyub. Lehih-lebih ketika Slahuddin ikut ekspedisi dengan pamannya ke Mesir. Lima tahun kemudian (1169 M), ia menaklukkan khalifah terakhir dari dinasti Fatimiyah, bernama al-addid (1160-1171).
Sejak itu, ia menghapus tradisi mendo’akan khalifah Fatimiyah dalam khotbah Jum’at dan menggantikannya dengan mendo’akan Khalifah Abbasiyah, Al-Muhtadi (566 H/1170 M – 575 H/1180 M).
Pada bulan Mei 1175 M, Salahuddin mendapat pengakuan dari Khalifah Abbasiyah sebagai penguasa Mesir, Afrika utara, Nubia, hedzjaz, dan suriah tengah. Ia menyebut dirinya sebagai Sultan. Sepuluh tahun kemudian, ia menaklukkan daerah Mesopotamia dan menjadikan penguasa-penguasa setempat sebagai pemimpinnya.
Sebagian besar hidup salahuddin dicurahkan untuk melawan pasukan Salib. Dalam hal ini pada tahun 1170 M. salahuddin berhasil menaklukkan wilayah Masyhad dari tangan Rasyidin Sinan. Kemudian, pada tanggal 1, 3 dan 4 Juli 1187 M, ia berhasil merebut Tiberias dan melancarkan Hattin untuk menangkis serangan pasukan Salib.
Dalam peperangan ini, pasukan Prancis berhasil dihancurkan. Jerussalem sendiri menyerah tiga bulan berikutnya, tepatnya 2 Oktober 1187 M. pada saat itulah suara Azdan terdengar kembali di Masjidil Aqsa, menggantikan suara lonceng gereja. Jatuhnya ibu kota hattin ini memberi peluang baginya untuk lebih lanjut menaklukkan kota-kota lain di Suriah dan Palestina.
Salahuddin melancarkan serangan ke dua arah, yaitu ke utara meliputi Al-Laziqiyyah (Laodesia), Jabalah, dan Sihyawan, serta ke selatan meliputi al-karak dan as-saubak. Semua wilayah itu jatuh ke tangan salahuddin sebelum tahun 1189 M. akan tetapi sampai pada tahun 1189 M, Tripolli, Antioka (Antakia, Turki), Tyre, dan beberapa kota kecil lainnya masih berada di bawah kekuasaan pasukan Salib.
Setelah perang besar memperebutkan Kota Akka (Acre) yang berlangsung 1189-1191 M dan dimenangkan oleh tentara Salib, kedua belah pihak hidup dalam keadaan damai tanpa perang. Perjanjian damai secara penuh dicapai pada tanggal 2 November 1192 M. dalam perjanjian tersebut, disetujui bahwa daerah pesisir dikuasai pasukan Salib, sedangkan daerah paedalaman oleh kaum Muslimin. Dengan demikian, tidak akan ada lagi gangguan terhadap orang Nasrani yang akan berziarah ke Jerussalem. Salahuddin dapat menikmati suasana perdamamian ini hingga menjelang akhir hayatnya karena pada 19 Februari 1193 M, ia jatuh sakit di Damaskus dan wafat 12 hari kemudian dalam usia 55 tahun.
Setelah Salahuddin al-ayyubi meninggal dunia, daerah kekuasaanya yang terbentang dari sungai Tigris hingga sungai Nil itu dibagikan kepada keturunannya, antara lain:
1)        Al-Malik Al-Afdal Ali untuk wilayah Damaskus
2)        Al-Aziz untuk wilayah Kairo
3)        Al-Malik Al-Jahir untuk wilayah Aleppo
4)        Al-‘Adil adik Salahuddin untuk wilayah Al-Karak dan Asy-Syaubak.
Al-‘Adil yang bergelar (Saifuddin) itu mengutamakan perdagangan dengan koloni Prancis. Setelah ia wafat pada 1218, beberapa cabang Bani Ayub menegakkan kekuasaan sendiri di mesir, damaskus, Mesopotamia, Hims, Hamah, dan Yaman.salah satunya untuk memperebutkan Suriah.
Al-Kamil Muhammad, putera Al-‘adil yang menguasai Mesir (615 H/1218 M – 635 H/1238 M), termasuk tokoh Bani Ayub yang menonjol. Ia bangkit untuk melindungi daerah kekuasaannya dari ronrongan tentara Salib yang telah menaklukkan Dimyati atau Damiette (tepi sungai Nil, utara Kairo) pada masa pemerintahan ayahnya, tentara salib tampaknya memang berusaha untuk menaklukkan Mesir dengan bantuan Italia. Penaklukan Mesir menjadi penting karena dengan demikian mereka dapat menguasai jalur perdagangan Samudera HIndia melalui jalaur Laut Merah. Setelah hamper dua tahun (November 1219 M/agustus 1221 M) terjadi konflik antara tentara Salib dan pasukan Mesir, Al kamil berhasil memaksa tentara salib untuk meninggalkan Dimyati.
Al-Kamil juga dikenal sebagai penguasa yang memberikan perhatian terhadap pembangunan dalam negeri. Program pemerintahanya yang cukup menonjol adalah membangun saluran Irigasi dan membuka lahan-lahan pertanian serta menjalin hubungan perdagangan dengan Eropa. Ia dapat menjaga kerukunan hidup beragama antara orang muslim dan orang koptik Kristen, bahkan sering mengadakan diskusi dengan pemimpin-pemimpin Koptik. Pada masa itu tentara salib masih berkuasa sampai tahun 1244 M.
Ketika Malik As-Saleh, putra Malik Al-Kamil memerintah pada 1240 H/1249 M, pasukan Turki dari Khawarizm mengembalikan kota itu ke tangan Islam.
Pada tanggal 6 Juni 1249 M, pelabuhan Dimyati di tepi sungai Nil di taklukan kembali oleh tentara Salib yang dipimpin oleh Raja Lois IX dari prancis.
Pada April 1250 M, akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Ayyubiah. Raja Lois IX dan beberapa bangsawan lainnya di tawan, tetapi kemudian di bebaskan kembali setelah Dimyati dan dikembalikan ke tangan tentara Muslim disertai dengan beberapa bahan makanan sebagai tebusan.
Pada tanggal November 1249 M, Malik as-Saleh meninggal dunia. Semula ia akan di gantikan oleh putera mahkota Turansyah. Untuk itu Turansyah dipanggil pulang dari Mesopotamia (suriah) untuk menerima tampuk kekuasaan ini. Untuk menghidari kepakuman kekuasaan sebelum turansyah tiba di mesir, kekuasaan untuk sementara dikendalikan oleh ibu tirinya, yaitu “Syajar ad-Durr” akan tetapi, ketika Turansyah mengambil kekuasaan, ia mendapat tantangan dari para Mamluk (Ar: mamluk: seorang budak atau hamba yang di miliki oleh tuannya; jamaknya mamalik dan mamlukan yang tidak menyenanginya).
Belum genap satu tahun Turansyah berkuasa, kemudian di bunuh oleh para Mamluk atas perintah Syajar Ad-Durr. Sejak itu, Syajar Ad-Durr mengatakan dirinya sebagai Sultan wanita pertama Mesir. Pada saat yang sama seorang pemimpin Ayyubiah “Al-asyraf Musa” dari damaskus juga menyatakan dirinya sebagai sultan Ayyubiah, meskipun hanya sebatas lambang saja tanpa kedaulatan atau kekuasaan yang nyata. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan seorang mamluk “Izzudin Aybak” pendiri dinasti Mamluk (1250-1257 M), akan tetapi sejak Al-asyraf Musa meninggal pada 1252 M, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Ayyubiah.
PERKEMBANGAN DINASTI AYYUBIYAH

1.    Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan

Salahuddin Al-Ayyubi bukan hanya dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti, melainkan lebih dari itu ia adalah seorang yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan, mendorong studi keagamaan, membangun bendungan, menggali terusan, serta mendirikan sekolah dan masjid. Salah satu karya yang sangat monumental ialah Qal’ah Al-Jabal, sebuah benteng yang di bangun di Kairo pada 1183 M.

Salahuddin membangun kerajaan sesuai dengan cita-citanya, baginda mendirikan Madrasah-madrasah dan kurikulumnya di sesuaikan dengan paham sunni. Guru-guru di datangkan ke mesir untuk  mengajar dengan gaji yang tinggi. Setelah mendapatkan sertifikasi uji kelayakan mengajar. Dalam bidang Arsitektur dapat diperhatikan dengan berdirinya masjid agung di sulaiman yang dimulai pembangunannya sejak Dinasti Umayyah pada tahun 717 M, yakni masjid agung Aleppo.

Seiring dengan bergulirnya kekuasaan di Aleppo pada tahun 1158 M, Masjid agung Aleppo diperluas oleh Nur Al-Din Zangi. Kebanyakan Ilmuwan menyatakan masjid agung damaskus dan Aleppo sebagai masjid kembar dari sisi bentuk arsitektur. Keduanya terletak di bekas kekuasaan Romawi dan Bizantium. Di masjid agung Aleppo terdapat makam Nabi Zakariya dan di damaskus terdapat makam Nabi Yahya.

Masjid agung Aleppo sudah banyak mengalami perubahan dari bentuk aslinya, sempat di guncang gempa bumi dan di hancurkan oleh serangan-serangan Bizantium dan tentara Mongol. Tapi masih terjaga hingga kini.

Menurut sejarahwan Al-Ghazi, perubahan pada masjid agung Aleppo terjadi ketika Daulah Abbasiyah mengambil mozaik, ukiran, dan aksesori masjid itu.
Tetapi menurut sejarahwan Al-Adhim, hilangnya mozaik Masjid Agung Aleppo akibat ulah Bizantium pada 962 M. Kaisar Nichephorus melakukan pengrusakan dan aksi vandalisme ketika Bizantium mencoba menguasai Aleppo. Mereka membakar dan menghancurkan mozaik masjid Aleppo.

Masjid agung Aleppo kembali di bangun pada masa kekuasaan Emir Syaft a-Daulah dari Dinasti Hamanid. Di bawah kekuasaannya Aleppo mencapai kejayaannya dan menjelma menjadi negeri yang makmur, di jadikan ibu kota pemerintahan Hamanid dan menjadi pusat kebudayaan yang penting.

Meski tak lagi mewarisi struktur masjid peninggalan Umayyah, namun masjid agung Aleppo sangat dikenal sebagai “masterpiece” dalam dunia Islam. Pada abad ke-15 M. masjid agung Aleppo bersaing dengan masjid damskus dalam hal dekorasi, cat, serta mozaik” papar Ibnu Al-Shihna.

Berkembangnya peradaban turut melahirkan sejumlah penulis, sastrawan dan Ilmuwan terkemuka seperti Abu Firais Al Hamadani dan abu Tayyeb Al mutanabbi. Kota Aleppo pun bertambah luas meliputi : Kelikia, Malatya, Diarbekir, Antioch, Tarsus, mardin, dan Roum Qal’a. dan pada tahun 353 H Aleppo di serang imperium Romawi.

Selanjutnya kota Aleppo dikuasai dinasti Fatimiyah, Mirdassid, Turki, dan jatuh ke pangkuan Seljuk. Setelah itu Alepoo kembali di ambil alih Romawi dan pada 1108 M dan di serbu pasukan Perang Salib (Crusader).

Kota yang diliputi anarki itu kembali pulih ketika Imad ad-di Zangi menjadi pangeran Aleppo. Semenjak di kuasai pangeran Imad ad-din dan anaknya Nur ad-din Mahmud, Aleppo berada di bawah kekuasaan Negara Nurid (523-579 H/1128 M – 1260 M) kondisi Aleppo mulai pulih sayangnya pada 1170 M kota Aleppo hancur diguncang gempa bumi.

Aleppo kembali mencapai kejayaannya pada zaman Dinasti ayyubiah (579-659 H/1183 – 1260 M). salah satu raja yang tersohor waktu itu bernama Salahuddin Al-Ayyubi, dia melindungi Aleppo dan kembali membuat nama Aleppo haru dan di segani.

Era keemasan itu berakhir pada 1260 M, ketika bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu khan menghancurkan Aleppo.

2.    Perkembangan Agama Islam

Sebelum Salahuddin Al-Ayyubi memerintah di mesir, sebenarnya perkembangan agama Islam sudah berkembang dengan baik. Lebih-lebih setelah adanya Universitas Al-Azhar yang dijadikan sebagai pusat pengkajian sehingga memperlihatkan dinamika pemikiran-pemikiran dalam masalah agama Islam. Para pemikir Islam banyak yang bermunculan dalam berbagai bidang ilmu keislaman, seperti fikih, tarikh, tauhid, ilmu al qur’an dsb.

Untuk mendukung itu, Slahuddin Al-Ayyubi juga mendirikan tiga buah madrasah di Kairo dan Iskandariyah untuk mengembangkan mazhab suni. Masih dalam rangkaian Dinasti Ayyubiah, Al-Kamil mendirikan Sekolah Tingggi Al-Kamiliyah (Kamiliyah College) yang sejajar dengan perguruan tinggi lainnya.

Kekhidmatan kepada Nabi Muhammad saw bagi Salahuddin Al-Ayyubi, merupakan salah satu wujud kecintaannya pada ajaran Islam, dan di adakakanlah peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Pertama kali di selenggarakan oleh Muzaffar ibn Baktati, Raja Mesir yang terkenal arif dan bijaksana. Sementara itu pencetus peringatan ialah panglima perangnya, Salahuddin Al-Ayyubi.

Mengapa Salahuddin merasa perlu mengadakan peringatan Maulid? Sang panglima berpendapat, ketika perang Salib terjadi, motivasi umat Islam sangat menurun, sementara motivasi pasukan Salib (Kristen) meningkat. Slahuddin merasa perlu membangkitkan kembali semangat umat Islam sebagaimana umat Kristen dengan perayaan Natalnya.

Dalam peringatan Maulid, Salahuddin menggemkan kisah perang yang dilakukan Nabi Muhammad saw, namun yang dibacakan pada acara peringatan Maulid tersebut berubah, bukan lagi kisah perang, melainkan kisah lahir dan hidup sang Nabi saw. Kisah perang tampaknya dianggap tak relevan lagi.peringatan Maulid Nabi tampaknya masih perlu dilakukan, selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak Muhammad saw juga diperuntukan yakni perang melawan hawa nafsu, kemungkaran, dan kemaksiatan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA  BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki sejarah yang panjang mengenai kerajaan-ker...