BIOGRAFI
SALAHUDDIN AL-AYUBBI
Data lengkap tentang King Salahudin Al-Ayubi
Memerintah 1174 M. – 4 Maret-1193 M.
Dinobatkan 1174 M.
Nama lengkap Yusuf Ayyubi
Lahir 1138 M. di Tikrit, Iraq
Meninggal 4 Maret-1193 M. di Damaskus, Syria
Dimakamkan Masjid Umayyah, Damaskus, Syria
Pendahulu Nuruddin Zengi
Pengganti Al-Aziz
Dinasti Ayyubid
Ayah Najmuddin Ayyub
Memerintah 1174 M. – 4 Maret-1193 M.
Dinobatkan 1174 M.
Nama lengkap Yusuf Ayyubi
Lahir 1138 M. di Tikrit, Iraq
Meninggal 4 Maret-1193 M. di Damaskus, Syria
Dimakamkan Masjid Umayyah, Damaskus, Syria
Pendahulu Nuruddin Zengi
Pengganti Al-Aziz
Dinasti Ayyubid
Ayah Najmuddin Ayyub
Selain
dikagumi Muslim, Shalahuddin atau Saladin/salahadin mendapat reputasi besar di
kaum Kristen Eropa, kisah perang dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya
puisi dan sastra Eropa, salah satunya adalah The Talisman (1825) karya Walter
Scott.
Masa lalu memang tidak mudah pergi meskipun kita seperti tak ingin menengoknya. Bahkan di salah satu tembok Masjid Umayyah yang dulu adalah Katedral Yahya Pembaptis yang dipermak jadi masjid yang indah di tahun 700-an itu, seorang sejarawan masih menemukan sisa inskripsi ini: "Kerajaan-Mu, ya, Kristus, adalah kerajaan abadi...."
Masa lalu memang tidak mudah pergi meskipun kita seperti tak ingin menengoknya. Bahkan di salah satu tembok Masjid Umayyah yang dulu adalah Katedral Yahya Pembaptis yang dipermak jadi masjid yang indah di tahun 700-an itu, seorang sejarawan masih menemukan sisa inskripsi ini: "Kerajaan-Mu, ya, Kristus, adalah kerajaan abadi...."
Tapi
jika masa lalu tak mudah pergi, dari bagian manakah dari Saladin yang akan datang
kepada kita kini? Dari ruang makamnya yang kusam, mitos apa yang akan kita
teruskan? Kisah Saladin adalah kisah peperangan. Dari zamannya kita dengar
cerita dahsyat bagaimana agama-agama telah menunjukkan kemampuannya untuk
memberi inspirasi keberanian dan ilham pengorbanan - yang kalau perlu dalam
bentuk pembunuhan.
Tapi
sebagian besar kisah Saladin - yang tersebar baik di Barat maupun di Timur dari
sejarah Perang Salib yang panjang di abad ke- 12 itu - adalah juga cerita
tentang seorang yang pemberani dalam pertempuran, yang sebenarnya tak ingin
menumpahkan darah. Saladin merebut Jerusalem kembali di musim panas 1187. Tapi
menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa Kristen kota itu untuk
menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat. Dan
ketika pasukan Kristen itu akhirnya kalah juga, yang dilakukan Saladin bukanlah
menjadikan penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan sebagian
besar mereka, tanpa dendam, meskipun dulu, di tahun 1099, ketika pasukan Perang
Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan
sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar."Anakku,"
konon begitulah pesan Sultan itu kepada anaknya, az-Zahir, menjelang wafat,
"...Jangan tumpahkan darah... sebab darah yang terpercik tak akan
tertidur."
Dalam
hidupnya yang cuma 55 tahun, ikhtiar itulah yang tampaknya dilakukan Saladin.
Meskipun tak selamanya ia tanpa cacat, meskipun ia tak jarang memerintahkan
pembunuhan, kita toh tahu, bagaimana pemimpin pasukan Islam itu bersikap baik
kepada Raja Richard Berhati Singa yang datang dari Inggris untuk
mengalahkannya. Ketika Richard sakit dalam pertempuran, Saladin mengiriminya
buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter. Lalu
perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan pesta diadakan dengan
pelbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa
melahirkan orang sebaik itu.
Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa melahirkan orang sebaik itu. Terutama ketika orang hanya mencoba menghidupkan kembali apa yang gagah berani dari abad ke- 12 tapi meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah zaman yang penuh peperangan. Tapi pentingkah sebenarnya masa silam?
Dari
makam telantar orang Kurdi yang besar itu, suatu hari di tahun 1970-an, saya
kembali ke pusat Damaskus, lewat lorong bazar yang sibuk di depan Masjid
Umayyah. Kota itu riuh, keriuhan yang mungkin tanpa sejarah.Shalahuddin
Al-Ayubi terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota
Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh
tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang
memerintah Syria, yaitu Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangi.
Salahudin Al-Ayubi atau tepatnya
Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau Saladin/salahadin
(menurut lafal orang Barat) adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh
(sejarah) Islam. Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah
perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud
atau maulid, berasal dari kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada
istilah ulang tahun. Berbagai perayaan ulang tahun di kalangan/organisasi
muslim sering disebut sebagai milad atau miladiyah, meskipun maksudnya adalah ulang
tahun menurut penanggalan kalender Masehi.
Selain belajar Islam, Shalahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya Shalahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid (turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).
Selain belajar Islam, Shalahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya Shalahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid (turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).
Dinobatkannya Shalahuddin menjadi sultan Mesir membuat kejanggalan bagi anaknya Nuruddin, Shalih Ismail. Hingga setelah tahun 1174 Nuruddin meninggal dunia, Shalih Ismail bersengketa soal garis keturunan terhadap hak kekhalifahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan Shalahuddin berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Sholahuddin. Shalih Ismail terpaksa menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh pada tahun 1181. Shalahuddin memimpin Syria sekaligus Mesir serta mengembalikan Islam di Mesir kembali kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
USAHA-USAHA SALAHUDDIN AL-AYYUBI DALAM
MENDIRIKAN DINASTI AYYUBIYAH
Perjalanan
politik Slauddin Al-Ayyubi dimulai dari masa muda yang selalu ikut berperang
mendampingi ayahnya bernama Najmuddin bin Ayyub. Lehih-lebih ketika Slahuddin
ikut ekspedisi dengan pamannya ke Mesir. Lima tahun kemudian (1169 M), ia
menaklukkan khalifah terakhir dari dinasti Fatimiyah, bernama al-addid
(1160-1171).
Sejak
itu, ia menghapus tradisi mendo’akan khalifah Fatimiyah dalam khotbah Jum’at
dan menggantikannya dengan mendo’akan Khalifah Abbasiyah, Al-Muhtadi (566
H/1170 M – 575 H/1180 M).
Pada
bulan Mei 1175 M, Salahuddin mendapat pengakuan dari Khalifah Abbasiyah sebagai
penguasa Mesir, Afrika utara, Nubia, hedzjaz, dan suriah tengah. Ia menyebut
dirinya sebagai Sultan. Sepuluh tahun kemudian, ia menaklukkan daerah
Mesopotamia dan menjadikan penguasa-penguasa setempat sebagai pemimpinnya.
Sebagian
besar hidup salahuddin dicurahkan untuk melawan pasukan Salib. Dalam hal ini
pada tahun 1170 M. salahuddin berhasil menaklukkan wilayah Masyhad dari tangan
Rasyidin Sinan. Kemudian, pada tanggal 1, 3 dan 4 Juli 1187 M, ia berhasil
merebut Tiberias dan melancarkan Hattin untuk menangkis serangan pasukan Salib.
Dalam
peperangan ini, pasukan Prancis berhasil dihancurkan. Jerussalem sendiri
menyerah tiga bulan berikutnya, tepatnya 2 Oktober 1187 M. pada saat itulah suara
Azdan terdengar kembali di Masjidil Aqsa, menggantikan suara lonceng gereja.
Jatuhnya ibu kota hattin ini memberi peluang baginya untuk lebih lanjut
menaklukkan kota-kota lain di Suriah dan Palestina.
Salahuddin
melancarkan serangan ke dua arah, yaitu ke utara meliputi Al-Laziqiyyah
(Laodesia), Jabalah, dan Sihyawan, serta ke selatan meliputi al-karak dan
as-saubak. Semua wilayah itu jatuh ke tangan salahuddin sebelum tahun 1189 M.
akan tetapi sampai pada tahun 1189 M, Tripolli, Antioka (Antakia, Turki), Tyre,
dan beberapa kota kecil lainnya masih berada di bawah kekuasaan pasukan Salib.
Setelah
perang besar memperebutkan Kota Akka (Acre) yang berlangsung 1189-1191 M dan
dimenangkan oleh tentara Salib, kedua belah pihak hidup dalam keadaan damai
tanpa perang. Perjanjian damai secara penuh dicapai pada tanggal 2 November
1192 M. dalam perjanjian tersebut, disetujui bahwa daerah pesisir dikuasai
pasukan Salib, sedangkan daerah paedalaman oleh kaum Muslimin. Dengan demikian,
tidak akan ada lagi gangguan terhadap orang Nasrani yang akan berziarah ke
Jerussalem. Salahuddin dapat menikmati suasana perdamamian ini hingga menjelang
akhir hayatnya karena pada 19 Februari 1193 M, ia jatuh sakit di Damaskus dan
wafat 12 hari kemudian dalam usia 55 tahun.
Setelah
Salahuddin al-ayyubi meninggal dunia, daerah kekuasaanya yang terbentang dari
sungai Tigris hingga sungai Nil itu dibagikan kepada keturunannya, antara lain:
1) Al-Malik
Al-Afdal Ali untuk wilayah Damaskus
2) Al-Aziz
untuk wilayah Kairo
3) Al-Malik
Al-Jahir untuk wilayah Aleppo
4)
Al-‘Adil adik Salahuddin untuk wilayah Al-Karak
dan Asy-Syaubak.
Al-‘Adil
yang bergelar (Saifuddin) itu mengutamakan perdagangan dengan koloni Prancis.
Setelah ia wafat pada 1218, beberapa cabang Bani Ayub menegakkan kekuasaan
sendiri di mesir, damaskus, Mesopotamia, Hims, Hamah, dan Yaman.salah satunya
untuk memperebutkan Suriah.
Al-Kamil
Muhammad, putera Al-‘adil yang menguasai Mesir (615 H/1218 M – 635 H/1238 M),
termasuk tokoh Bani Ayub yang menonjol. Ia bangkit untuk melindungi daerah
kekuasaannya dari ronrongan tentara Salib yang telah menaklukkan Dimyati atau
Damiette (tepi sungai Nil, utara Kairo) pada masa pemerintahan ayahnya, tentara
salib tampaknya memang berusaha untuk menaklukkan Mesir dengan bantuan Italia.
Penaklukan Mesir menjadi penting karena dengan demikian mereka dapat menguasai
jalur perdagangan Samudera HIndia melalui jalaur Laut Merah. Setelah hamper dua
tahun (November 1219 M/agustus 1221 M) terjadi konflik antara tentara Salib dan
pasukan Mesir, Al kamil berhasil memaksa tentara salib untuk meninggalkan
Dimyati.
Al-Kamil
juga dikenal sebagai penguasa yang memberikan perhatian terhadap pembangunan
dalam negeri. Program pemerintahanya yang cukup menonjol adalah membangun
saluran Irigasi dan membuka lahan-lahan pertanian serta menjalin hubungan
perdagangan dengan Eropa. Ia dapat menjaga kerukunan hidup beragama antara
orang muslim dan orang koptik Kristen, bahkan sering mengadakan diskusi dengan
pemimpin-pemimpin Koptik. Pada masa itu tentara salib masih berkuasa sampai
tahun 1244 M.
Ketika
Malik As-Saleh, putra Malik Al-Kamil memerintah pada 1240 H/1249 M, pasukan
Turki dari Khawarizm mengembalikan kota itu ke tangan Islam.
Pada
tanggal 6 Juni 1249 M, pelabuhan Dimyati di tepi sungai Nil di taklukan kembali
oleh tentara Salib yang dipimpin oleh Raja Lois IX dari prancis.
Pada
April 1250 M, akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Ayyubiah. Raja Lois IX dan
beberapa bangsawan lainnya di tawan, tetapi kemudian di bebaskan kembali
setelah Dimyati dan dikembalikan ke tangan tentara Muslim disertai dengan
beberapa bahan makanan sebagai tebusan.
Pada
tanggal November 1249 M, Malik as-Saleh meninggal dunia. Semula ia akan di
gantikan oleh putera mahkota Turansyah. Untuk itu Turansyah dipanggil pulang dari
Mesopotamia (suriah) untuk menerima tampuk kekuasaan ini. Untuk menghidari
kepakuman kekuasaan sebelum turansyah tiba di mesir, kekuasaan untuk sementara
dikendalikan oleh ibu tirinya, yaitu “Syajar ad-Durr” akan tetapi, ketika
Turansyah mengambil kekuasaan, ia mendapat tantangan dari para Mamluk (Ar:
mamluk: seorang budak atau hamba yang di miliki oleh tuannya; jamaknya mamalik
dan mamlukan yang tidak menyenanginya).
Belum
genap satu tahun Turansyah berkuasa, kemudian di bunuh oleh para Mamluk atas perintah
Syajar Ad-Durr. Sejak itu, Syajar Ad-Durr mengatakan dirinya sebagai Sultan
wanita pertama Mesir. Pada saat yang sama seorang pemimpin Ayyubiah “Al-asyraf
Musa” dari damaskus juga menyatakan dirinya sebagai sultan Ayyubiah, meskipun
hanya sebatas lambang saja tanpa kedaulatan atau kekuasaan yang nyata.
Kekuasaan sebenarnya ada di tangan seorang mamluk “Izzudin Aybak” pendiri
dinasti Mamluk (1250-1257 M), akan tetapi sejak Al-asyraf Musa meninggal pada
1252 M, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Ayyubiah.
PERKEMBANGAN
DINASTI AYYUBIYAH
1. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Salahuddin
Al-Ayyubi bukan hanya dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti, melainkan
lebih dari itu ia adalah seorang yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan,
mendorong studi keagamaan, membangun bendungan, menggali terusan, serta
mendirikan sekolah dan masjid. Salah satu karya yang sangat monumental ialah
Qal’ah Al-Jabal, sebuah benteng yang di bangun di Kairo pada 1183 M.
Salahuddin
membangun kerajaan sesuai dengan cita-citanya, baginda mendirikan
Madrasah-madrasah dan kurikulumnya di sesuaikan dengan paham sunni. Guru-guru
di datangkan ke mesir untuk mengajar
dengan gaji yang tinggi. Setelah mendapatkan sertifikasi uji kelayakan
mengajar. Dalam bidang Arsitektur dapat diperhatikan dengan berdirinya masjid
agung di sulaiman yang dimulai pembangunannya sejak Dinasti Umayyah pada tahun
717 M, yakni masjid agung Aleppo.
Seiring
dengan bergulirnya kekuasaan di Aleppo pada tahun 1158 M, Masjid agung Aleppo diperluas
oleh Nur Al-Din Zangi. Kebanyakan Ilmuwan menyatakan masjid agung damaskus dan
Aleppo sebagai masjid kembar dari sisi bentuk arsitektur. Keduanya terletak di
bekas kekuasaan Romawi dan Bizantium. Di masjid agung Aleppo terdapat makam
Nabi Zakariya dan di damaskus terdapat makam Nabi Yahya.
Masjid
agung Aleppo sudah banyak mengalami perubahan dari bentuk aslinya, sempat di
guncang gempa bumi dan di hancurkan oleh serangan-serangan Bizantium dan
tentara Mongol. Tapi masih terjaga hingga kini.
Menurut sejarahwan Al-Ghazi, perubahan pada
masjid agung Aleppo terjadi ketika Daulah Abbasiyah mengambil mozaik, ukiran,
dan aksesori masjid itu.
Tetapi
menurut sejarahwan Al-Adhim,
hilangnya mozaik Masjid Agung Aleppo akibat ulah Bizantium pada 962 M. Kaisar
Nichephorus melakukan pengrusakan dan aksi vandalisme ketika Bizantium
mencoba menguasai Aleppo. Mereka membakar dan menghancurkan mozaik masjid
Aleppo.
Masjid
agung Aleppo kembali di bangun pada masa kekuasaan Emir Syaft a-Daulah dari
Dinasti Hamanid. Di bawah kekuasaannya Aleppo mencapai kejayaannya dan menjelma
menjadi negeri yang makmur, di jadikan ibu kota pemerintahan Hamanid dan
menjadi pusat kebudayaan yang penting.
Meski
tak lagi mewarisi struktur masjid peninggalan Umayyah, namun masjid agung
Aleppo sangat dikenal sebagai “masterpiece” dalam dunia Islam. Pada abad ke-15
M. masjid agung Aleppo bersaing dengan masjid damskus dalam hal dekorasi, cat,
serta mozaik” papar Ibnu Al-Shihna.
Berkembangnya
peradaban turut melahirkan sejumlah penulis, sastrawan dan Ilmuwan terkemuka
seperti Abu Firais Al Hamadani dan abu Tayyeb Al mutanabbi. Kota Aleppo pun
bertambah luas meliputi : Kelikia, Malatya, Diarbekir, Antioch, Tarsus, mardin,
dan Roum Qal’a. dan pada tahun 353 H Aleppo di serang imperium Romawi.
Selanjutnya
kota Aleppo dikuasai dinasti Fatimiyah, Mirdassid, Turki, dan jatuh ke pangkuan
Seljuk. Setelah itu Alepoo kembali di ambil alih Romawi dan pada 1108 M dan di
serbu pasukan Perang Salib (Crusader).
Kota
yang diliputi anarki itu kembali pulih ketika Imad ad-di Zangi menjadi pangeran
Aleppo. Semenjak di kuasai pangeran Imad ad-din dan anaknya Nur ad-din Mahmud,
Aleppo berada di bawah kekuasaan Negara Nurid (523-579 H/1128 M – 1260 M)
kondisi Aleppo mulai pulih sayangnya pada 1170 M kota Aleppo hancur diguncang
gempa bumi.
Aleppo
kembali mencapai kejayaannya pada zaman Dinasti ayyubiah (579-659 H/1183 – 1260
M). salah satu raja yang tersohor waktu itu bernama Salahuddin Al-Ayyubi, dia
melindungi Aleppo dan kembali membuat nama Aleppo haru dan di segani.
Era
keemasan itu berakhir pada 1260 M, ketika bangsa mongol di bawah pimpinan
Hulagu khan menghancurkan Aleppo.
2. Perkembangan
Agama Islam
Sebelum
Salahuddin Al-Ayyubi memerintah di mesir, sebenarnya perkembangan agama Islam
sudah berkembang dengan baik. Lebih-lebih setelah adanya Universitas Al-Azhar
yang dijadikan sebagai pusat pengkajian sehingga memperlihatkan dinamika
pemikiran-pemikiran dalam masalah agama Islam. Para pemikir Islam banyak yang
bermunculan dalam berbagai bidang ilmu keislaman, seperti fikih, tarikh,
tauhid, ilmu al qur’an dsb.
Untuk
mendukung itu, Slahuddin Al-Ayyubi juga mendirikan tiga buah madrasah di Kairo
dan Iskandariyah untuk mengembangkan mazhab suni. Masih dalam rangkaian Dinasti
Ayyubiah, Al-Kamil mendirikan Sekolah Tingggi Al-Kamiliyah (Kamiliyah College)
yang sejajar dengan perguruan tinggi lainnya.
Kekhidmatan
kepada Nabi Muhammad saw bagi Salahuddin Al-Ayyubi, merupakan salah satu wujud
kecintaannya pada ajaran Islam, dan di adakakanlah peringatan Maulid Nabi
Muhammad saw. Pertama kali di selenggarakan oleh Muzaffar ibn Baktati, Raja
Mesir yang terkenal arif dan bijaksana. Sementara itu pencetus peringatan ialah
panglima perangnya, Salahuddin Al-Ayyubi.
Mengapa
Salahuddin merasa perlu mengadakan peringatan Maulid? Sang panglima
berpendapat, ketika perang Salib terjadi, motivasi umat Islam sangat menurun,
sementara motivasi pasukan Salib (Kristen) meningkat. Slahuddin merasa perlu
membangkitkan kembali semangat umat Islam sebagaimana umat Kristen dengan
perayaan Natalnya.
Dalam
peringatan Maulid, Salahuddin menggemkan kisah perang yang dilakukan Nabi
Muhammad saw, namun yang dibacakan pada acara peringatan Maulid tersebut
berubah, bukan lagi kisah perang, melainkan kisah lahir dan hidup sang Nabi saw.
Kisah perang tampaknya dianggap tak relevan lagi.peringatan Maulid Nabi
tampaknya masih perlu dilakukan, selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak
Muhammad saw juga diperuntukan yakni perang melawan hawa nafsu, kemungkaran,
dan kemaksiatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar