BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tujuan manusia diciptakan oleh Allah adalah hanya untuk
beribadah kepada Allah, salah satu bentuk beribadah kepada Allah adalah dengan
cara mendirikan shalat. Dalam mendirikan shalat setiap muslim diwajibkan untuk
memenuhi rukun shalat dan melakukannya sesuai dengan waktunya yang telah
ditentukan oleh Allah SWT. Sesuai dengan Firman Allah QS An-Nisa ayat 103.
Berbeda halnya jika kita sedang berpergian jauh dan mengalami kesulitan untuk
mendirikan sholat fardhu tepat pada waktunya maka Allah telah meringankan
kewajiban kita dengan cara menjama’ dan menqashar sholat fardhu. Karena Islam
adalah agama yang tidak memberatkan bagi para umatnya.
Disinilah muncul permasalahan-permasalahan diantaranya
adalah tentang hukum dari jama’ dan qashar, sebab-sebab diperbolehkannya
melakukan jama’ dan qashar, dan juga cara melakukan sholat jama’ qashar itu
sendiri baik di kalangan para ulama fiqh dan para masyarakat. Ada yang
memandanganya lebih baik menyempurnakan shalat walaupun sedang berpergian. Ada
juga yang memandang bahwa jama’ dan qhasar itu wajib dilaksanakan dan tidak
boleh menyempurnakan shalat. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat tentang
shalat jama’ dan qashar.
Jika melihat kenyataan bahwa banyak sekali
perbedaan-perbedaan yang muncul baik di kalangan masyarakat ataupun di kalangan
ulama’-ulama’ fiqh, maka kami akan menguraikan perbedaan-perbedaan tersebut
dalam makalah kami berikut ini.
B.
Rumusan Masalah
· Mengetahui pengertian Shalat Jama’ dan Qashar
· Dasar-dasar hukum shalat jama’ dan
qashar
· Mengetahui syarat sah shalat qashar
· Tata cara pelaksanaan shalat jama’
dan qashar
BAB II
PEMBAHASAN
SHALAT QASHAR DAN JAMA’
A.
Pengertian Jama’ dan Qashar
Shalat jama’ maksudnya melaksanakan dua shalat wajib dalam
satu waktu. Seperti melakukan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur
dan itu dinamakan Jama’ Taqdim, atau melakukannya di waktu Ashar dan dinamakan Jama’
Takhir. Dan melaksanakan shalat Magrib dan shalat Isya’ bersamaan di waktu
Magrib atau melaksanakannya di waktu Isya’.
Jadi shalat yang boleh dijama’ adalah semua shalat Fardhu
kecuali shalat Shubuh. Shalat shubuh harus dilakukan pada waktunya, tidak boleh
dijama’ dengan shalat Isya’ atau shalat Dhuhur.
Sedangkan shalat Qashar maksudnya meringkas shalat yang
empat rakaat menjadi dua rakaat. Seperti shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’.
Sedangkan shalat Magrib dan shalat Shubuh tidak bisa diqashar.
B. Pengertian dan Dasar Hukum
1.
Pengertian Shalat Jama’ dan Dasar Hukumnya
Shalat Jama’ artinya menggabungkan 2
salat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu. Hal ini pernah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW, sebagaimana sabdanya:
“… kemudian Beliau turun, lalu menjama’
kedua salat tersebut….” (H.R. Bukhari dan Muslim).
2.
Macam-macam Shalat Jama’
Shalat
yang bisa dijama’ adalah Salat Zhuhur dengan Ashar, dan salat Maghrib dengan
Isya. Adapun shalat jama’ dibagi kedalam 2 macam, yaitu:
- Jama’ taqdim, yaitu
melaksanakan 2 salat fardhu dalam 1 waktu dan dilakukan pada waktu salat
pertama. Contoh: Salat Zhuhur dan Ashar dijama’, dan dikerjakan pada waktu
Zhuhur.
- Jama’ takhir, yaitu salat
jama’ yang dilakukan pada waktu salat yang kedua. Contoh: Salat Maghrib dan
Isya dijama’, dan dikerjakan pada waktu Isya.
3.
Pengertian Shalat Qashar dan Dasar Hukumnya
Shalat Qashar adalah memendekkan/meringkas pelaksanaan salat
fardhu yang semestinya 4 raka’at menjadi 2 raka’at. Adapun dalil naqlinya, sebagaimana
firman Allah:
Artinya:
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa mengqasar
salatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” (QS. An-Nisa: 101)
Dari ‘Aisyah ra berkata : “Awal diwajibkan salat adalah
dua rakaat, kemudian ditetapkan bagi salat safar dan disempurnakan ( 4 rakaat)
bagi salat hadhar (tidak safar).” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dari ‘Aisyah ra berkata: “Diwajibkan salat 2 rakaat kemudian
Nabi hijrah, maka diwajibkan 4 rakaat dan dibiarkan salat safar seperti semula
(2 rakaat).” (HR Bukhari) Dalam riwayat Imam Ahmad menambahkan : “Kecuali
Maghrib, karena Maghrib adalah salat witir di siang hari dan salat Subuh agar
memanjangkan bacaan di dua rakaat tersebut.”
C. Syarat Sah Shalat Qashar
a) Jarak yang ditempuh telah mencapai
dua marhalah atau enam belas farsakh (empat puluh delapan mil). Ibnu Abdul Bar
mengatakan bahwa: 1 mil setara dengan 3.500 dziro’, 1 dziro’ sama dengan 48 cm.
Jadi, dapat diketahui bahwa perjalanan yang diperbolehkan mengqashar shalat
adalah 80,64 km.
b) Mengetahui diperbolehkannya
mengqashar shalat.
c) Bepergian tidak untuk tujuan
maksiat.
d) Bepergian dengan tujuan daerah
tertentu, sehingga seorang musafir yang tidak mempunyai tujuan daerah tertentu,
tidah diperbolehkan qashar shalat.
e) Selalu menjaga kemantapan niat
selama shalat berlangsung. Sehingga apabila saat melakukan shalat qashar muncul
keragu-raguan, apakah meneruskan shalat dengan qashar atau dengan
menyempurnakan, maka ia harus menyempurnakan shalat menjadi empat raka’at.
f) Tidak bermakmum kepada orang yang
menyempurnakan shalat.
g) Dalam keadaan bepergian sampai
selesai mengerjakan shalat.
h) Telah melewati batas desa atau
dusunnya.
i) Menurut mazhab Hanafi syarat
qashar adalah 107,5 km ditambah 20 meter, Menurut ketiga mazhab lainnya
(Maliki, Syafi’i dan Hambali) syarat qashar adalah 80,5 km ditambah 140
meter.
Menurut Imamiyah syarat qashar adalah 40 km ditambah 320 meter.
Menurut Imamiyah syarat qashar adalah 40 km ditambah 320 meter.
j) Tidak boleh meng-qashar shalat
kecuali bila sudah meninggalkan bangunan kota (tugu batas). Demikian pendapat
empat mazhab. Sedangkan Imamiyah berpendapat hal itu masih cukup,
tetapi harus benar-benar jauh dari bangunan kota.
k) Perjalanan itu haruslah perjalanan
yang mubah. Seluruh ulama kecuali Hanafi sepakat bila perjalanan
tersebut adalah perjalanan haram (misalnya untuk mencuri), maka qashar tidak
boleh dilakukan.
l) Tidak boleh berniat akan menetap
selama lima belas hari berturut-turut, demikian menurut mazhab Hanafi.
Atau sepuluh hari menurut Imamiyah, atau empat hari menurut Maliki
dan Syafi’i, atau masa wajib atasnya lebih dari dua puluh shalat menurut
Hambali.
m) Menurut Hambali dan Imamiyah,
pekerjaan musafir itu menuntut untuk tidak sering bepergian. Pada mazhab
yang lainnya, pendapat ini tidak ada.
n) Mazhab Imamiyah mengatakan
rumah tinggalnya harus berbeda dengan golongan yang tidak mempunyai tempat
tinggal tetap, yang selalu berpindah tempat.
o) Hanafi, Hambali dan Maliki
mengatakan: jika seorang musafir pulang dari perjalanannya dan bermaksud
kembali ke tempat ia berangkat dari perjalanannya, maka dalam hal ini harus
diperhatikan, jika ia melakukan sebelum menempuh jarak qashar, maka batallah
perjalanannya, dan wajib atasnya menyempurnakan shalat. Dan jika ia telah
menempuh jarak yang telah ditetapkan syara’, maka ia boleh meng-qashar hingga
kembali ke negerinya. Sedangkan Syafi’i mengatakan: bilamana terlintas
dalam benaknya hendak kembali di tengah-tengah perjalanannya, maka ia harus
menyempurnakan shalatnya. Imamiyah mengatakan: jika seseorang bermaksud
membatalkan perjalanannya atau merasa bimbang sebelum menempuh jarak yang
mewajibkannya qashar, maka ia wajib menyempurnakan shalatnya. Tetapi kalau ia
sudah menempuh jarak qashar, maka ia wajib meng-qashar shalatnya. Kelangsungan
niat safar itu termasuk syarat selama belum menempuh jarak yang ditetapkan.
Apabila jarak qashar itu sudah ditempuh, maka tidak tergantung lagi pada niat. Seluruh
ulama sepakat bahwa semua syarat yang ditetapkan untuk qashar, menjadi
syarat pula bagi bolehnya membatalkan puasa. Imamiyah mengatakan: orang
yang berbuka, wajib qashar, orang yang meng-qashar wajib berbuka.
D. Cara Pelaksanaan Shalat Qashar
Dan Jama’
1. Cara Mengerjakan Shalat Qashar
Cara mengerjakan shalat qashar seperti shalat biasa, perbedaannya dalam niat, yaitu
harus dengan niat qashar dan dikerjakan dengan meringkas shalat yang empat
raka’at menjadi dua raka’at.
2. Cara Mengerjakan Shalat Jama’
a) Jama’ Taqdim
Seseorang yang akan melaksanakan shalat jama’ taqdim Zhuhur
dan Ashar, terlebih dahulu mengerjakan shalat zhuhur pada waktu zhuhur dengan
niat jama’ taqdim. Setelah selesai shalat zhuhur, kemudian mengerjakan shalat
ashar. Demikian juga orang yang akan mengerjakan shalat jama’ taqdim maghrib
dan isya, terlebih dahulu mengerjakan shalat maghrib pada waktu maghrib dengan
niat Jama’ Taqdim. Setelah selesai shalat maghrib, kemudian mengerjakan shalat
Isya.
b) Jama Ta’khir
Cara mengerjakan shalat jama’ ta’khir sama dengan cara
mengerjakan shalat jama’ taqdim. Perbedaannya terletak pada waktu Ashar atau
Isya. Seseorang yang akan mengerjakan Jama’ Ta’khir Zhuhur dan Ashar pada waktu
Ashar dengan niat Jama’ Ta’khir. Atau seseorang yang akan mengerjakan
Jama’ Ta’khir maghrib dengan Isya pada waktu Isya dengan niat Jama’ Ta’khir.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menjamak dan mengqasar shalat adalah Rukhshah atau
keringanan yang diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang
menyulitkan. Rukhshah ini merupakan shadakah dari Allah SWT yang dianjurkan
untuk diterima dengan penuh ketawadlu’an, namun jika tidak ada musyafir yang
mengqasar shalatnya tetap sah. Hanya saja kurang sesuai dengan sunah Nabi SAW,
karena Nabi Saw selalu menjama’ dan mengqashar shalatnya ketika bebergian.
Shalat Jama’ ialah shalat yang dikumpulkan. Artinya dua
shalat fardhu dikerjakan pada satu waktu, misal shalat zhuhur dan Ashar
dikerjakan pada waktu zhuhur atau pada waktu ashar.
Shalat Qashar ialah shalat yang diringkas. Artinya, shalat
fardhu yang empat raka’at diringkas menjadi dua raka’at. Shalat yang dapat
diqashar ialah shalat Zhuhur, Ashar, dan Isya. Shalat Maghrib dan Shalat Shubuh
tidak boleh di qashar.
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.umy.ac.id/aisyahsuryani/2012/01/07/sebab-di-perbolehkannya-jama-dan-qashar-serta-cara-melakukannya/ (diakses tanggal 18 Mei 2012)
http://abusalma.wordpress.com/2006/12/04/shalat-jama%E2%80%99-dan-qashar/ (diakses tanggal 18 Mei 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar