BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam agama Islam, Asmaa'ul husna (bahasa Arab
, asmāʾ allāh al-ḥusnā)
adalah nama-nama Allah yang indah dan baik.
Asma berarti nama dan husna berarti yang baik atau yang indah, jadi asma'ul
husna adalah nama nama milik Allah
yang baik lagi indah.
Sejak dulu para ulama telah banyak membahas
dan menafsirkan nama-nama ini, karena nama-nama Allah adalah alamat kepada Dzat yang mesti kita ibadahi dengan sebenarnya. Meskipun
timbul perbedaan pendapat tentang arti, makna, dan penafsirannya akan tetapi
yang jelas adalah kita tidak boleh musyrik dalam mempergunakan
atau menyebut nama-nama Allah
ta'ala. Selain perbedaaan dalam mengartikan dan menafsirkan suatu nama terdapat
pula perbedaan jumlah nama, ada yang menyebut 99, 100, 200, bahkan 1.000 bahkan
4.000 nama, namun menurut mereka, yang terpenting adalah hakikat Dzat Allah SWT
yang harus dipahami dan dimengerti oleh orang-orang yang beriman seperti Nabi
Muhammad.
Asma'ul husna secara harfiah adalah nama-nama,
sebutan, gelar Allah yang baik dan agung
sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu merupakan suatu
kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan kehebatan milik Allah.
B.
TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini antara lain
untuk :
1. Mengetahui
arti Asma’ul husna
2. Memahami
indahnya Asma’ul husna
BAB II
PEMBAHASAN
A.
INDAHNYA ASMA’UL HUSNA
Berbicara tentang keindahan al-Asma-ul
husna (nama-nama Allah Ta’ala yang maha indah) berarti membicarakan
suatu kemahaindahan yang sempurna dan di atas semua keindahan yang mampu
digambarkan oleh akal pikiran manusia.
Betapa tidak, Allah Ta’ala adalah zat
maha indah dan sempurna dalam semua nama dan sifat-Nya, yang karena
kemahaindahan dan kemahasempurnaan inilah maka tidak ada seorang makhlukpun
yang mampu membatasi pujian dan sanjungan yang pantas bagi kemuliaan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menggambarkan hal ini dalam sebuah doa beliau yang terkenal:
“Aku
tidak mampu menghitung/membatasi pujian/sanjungan terhadap-Mu, Engkau adalah
sebagaimana (pujian dan sanjungan) yang Engkau peruntukkan bagi diri-Mu”[1].
Maka sebagaimana kesempurnaan sifat-sifat-Nya
yang tidak terbatas, demikian pula pujian dan sanjungan bagi-Nya tidak
terbatas, karena pujian dan sanjungan itu sesuai dengan zat yang dipuji. Oleh
karena itu, semua pujian dan sanjungan yang ditujukan kepada-Nya bagaimanapun
banyaknya, panjang lafazhnya dan disampaikan dengan penuh kesungguhan, maka
kemuliaan Allah Ta’ala lebih agung (dari pujian dan sanjungan tersebut),
kekuasaan-Nya lebih mulia, sifat-sifat kesempurnaan-Nya lebih besar dan banyak,
serta karunia dan kebaikan-Nya (kepada makhluk-Nya) lebih luas dan sempurna[2].
Sebagaimana Allah Ta’ala menegaskan
dalam al-Qur’an bahwa tidak ada satu makhlukpun di dunia ini yang mampu
mambatasi dan menuliskan dengan tuntas semua bentuk keagungan dan keindahan
nama-nama dan sifat-sifat-Nya, bagaimanapun besar dan luasnya makhluk tersebut.
Allah berfirman,
“Katakanlah:
Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Rabbku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” (QS al-Kahfi:109).
Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga
berfirman,
“Dan
seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana” (QS Luqmaan:27).
Imam Ibnu Katsir berkata, “(Dalam ayat ini)
Allah Ta’ala berfirman memberitakan tentang keagungan, kebesaran dan
kemuliaan-Nya, serta nama-nama-Nya yang maha indah, sifat-sifat-Nya yang maha
tinggi dan kalimat-kalimat-Nya yang maha sempurna, yang tidak mampu diliputi
oleh siapapun (dari makhluk-Nya), serta tidak ada seorang pun yang mengetahui
hakekat dan mampu membatasi/menghitungnya, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam … kemudian Ibnu Katsir menyebutkan hadits di
atas … Arti ayat ini: Seandainya semua pohon (yang ada di) bumi dijadikan pena
dan lautan (di bumi) dijadikan tinta dan ditambahkan lagi tujuh lautan (yang
seperti itu) bersamanya, untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah yang
menunjukkan keagungan dan kemuliaan-Nya, serta (kesempurnaan) sifat-sifat-Nya,
maka (niscaya) akan hancur pena-pena tersebut dan habis air lautan (tinta)
tersebut (sedangkan kalimat-kalimat keagungan dan kemuliaan-Nya tidak akan
habis)”[3].
B.
ARTI ‘KEMAHAINDAHAN’ DALAM AL-ASMA-UL HUSNA
Allah Ta’ala berfirman,
“Hanya
milik Allah-lah asma-ul husna (nama-nama yang maha indah), maka berdoalah
kepada-Nya dengan nama-nama itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang
(dari kebenaran) dalam (menyebut dan memahami) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka lakukan” (QS
al-A’raaf:180).
Arti “al-Husna” (maha indah) dalam
ayat ini adalah yang kemahaindahannya mencapai puncak kesempurnaan, karena
nama-nama tersebut mengandung sifat-sifat kesempurnaan yang tidak ada padanya
celaan/kekurangan sedikitpun dari semua sisi[4].
Misalnya: nama Allah Ta’ala “al-Hayyu”
(Yang Maha Hidup), nama ini mengandung sifat kesempurnaan hidup yang tidak
berpermulaan dan tidak akan berakhir. Sifat hidup yang sempurna ini mengandung
konsekwensi kesempurnaan sifat-sifat lainnya, seperti al-‘ilmu (maha
mengetahui), al-qudrah (maha kuasa/mampu), as-sam’u (maha
mendengar) dan al-basharu (maha melihat).
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan
bertawakallah kepada Allah Yang Maha Hidup (Kekal) dan tidak akan mati” (QS
al-Furqaan: 58).
Demikian pula nama Allah Ta’ala “al-‘Aliimu”
(Yang Maha Mengetahui), nama ini mengandung sifat kesempurnaan ilmu
(pengetahuan) yang tidak didahului dengan kebodohan dan tidak akan diliputi
kelupaan sedikitpun, sebagaimana firman-Nya:
“Musa
berkata: “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Rabbku di dalam sebuah kitab,
Rabbku (Allah Ta’ala) tidak akan salah dan tidak (pula) lupa” (QS Thaahaa:
52).
Pengetahuan-Nya maha luas dan meliputi segala
sesuatu secara garis besar maupun terperinci, sebagaimana firman-Nya:
“Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan,
dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan
tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah
atau yang kering, melaimkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”
(QS al-An’aam: 59).
Juga nama-Nya “ar-Rahmaan”
(Yang Maha Penyayang), nama ini mengandung sifat rahmat (kasih sayang) yang
maha luas dan sempurna, sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau: “Sungguh Allah lebih penyayang
terhadap hamba-hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap anak bayinya”[5].[6]